Laman

Friday, June 12, 2020

Agar Anak-anak Terhindar dari Menghapal Alquran tanpa Makna


Sudah pernah menjumpai anak-anak usia dini yang hapal Alquran 30 juz? Saya yakin pernah, setidaknya di tayangan televisi. Kalau anak usia dini yang hapal sekaligus paham Al-Quran? Sepertinya ini yang masih jarang.

Baru-baru ini saya mendapat sudut pandang baru soal fenomena anak-anak yang hapal Alquran (karena saya juga ingin anak saya menghapal Alquran). Bahwa sejatinya anak-anak juga mesti paham ayat Alquran yang sedang dihapalkannya. Sehingga pembelajaran Alquran jadi bermakna dalam kehidupannya.

Mungkin sebagian kita berpikir bahwa anak-anak tidak akan mampu memahami isi Alquran di usia dini. Padahal itu hanyalah pikiran orang dewasa saja yang selalu memandang anak-anak sebagai makhluk lemah, baik dari segi fisik, kemampuan atau pun intelektualitasnya.

Ada yang masih ingat Husein al-Tabhathabai,  atau yang lebih dikenal dengan doktor cilik hapal dan paham Alquran dari Iran? Dulu, di tahun 2000-an ia pernah booming sehingga diberi julukan "the amazing child".

Husein mendapatkan gelar doktor honoris causa ketika ia berusia 7 tahun. Sebelumnya ia sudah hapal dan  paham Alquran ketika ia masih berusia 5 tahun. Gelar doktor itu bukan diberikan secara sembarangan. Ia melewati banyak ujian.

Ada 5 bidang yang harus dilewatinya; menghapal Alquran dan menerjemahkannya ke bahasa ibu, menerangkan topik ayat Alquran, menafsirkan dan menerangkan ayat  Alquran dengan menggunakan ayat lainnya dari Alquran, bercakap-cakap dengan menggunakan  ayat Alquran, dan metode menerangkan makna  Alquran dengan metode isyarat tangan.

Dari hasil ujian itu, Husein mendapatkan nilai 93. Nilai itu, menurut standar Hijaz College Islamic University, Inggris -- tempat Husein melakukan ujian -- adalah nilai untuk gelar doktor. Maka di tanggal 19 Februari 1998, lelaki cilik itu menerima ijazah doktor honoris causa.

Husein membuktikan bahwa meskipun masih anak-anak, intelektualitasnya tidak bisa diremehkan. Begitupun anak-anak lain. Semuanya punya kesempatan yang sama untuk mengembangkan intelektualitasnya, termasuk memahami Alquran. Bila caranya tepat, anak-anak akan mampu mencapai pemahaman yang baik terhadap Alquran. 

Apa yang dilakukan orangtua Husein mungkin terlalu sulit untuk ditiru -- setidaknya untuk saya -- karena memang banyak yang harus disiapkan dan dijaga; pengetahuan, kesucian diri dan hati.  Tapi untuk membuat anak-anak mampu memahami Alquran di usia dini bukanlah hal mustahil. 

Nah, hal-hal berikut ini  bisa dilakukan agar anak usia dini tidak terjebak hanya pada proses menghapal tanpa makna. Saya juga sedang mencoba menerapkan hal ini pada anak saya yang baru berusia 3 tahun. 

1. Motivasi yang ditanamkan. 

Motivasi ini penting sekali karena ia akan menggerakkan anak-anak untuk menghapal. Motivasi yang paling sering kita dengar ketika anak-anak diminta menghapal Alquran adalah supaya bisa memberikan mahkota di surga untuk orangtua. Ya, boleh-boleh saja sih tapi motivasi ini tidak substantif. Tidak menyentuh sama sekali arti pentingnya Alquran bagi diri anak.

"Menghapal Alquran bukanlah proses menghapal cangkem (menghapal bunyi-bunyian tanpa paham makna). Tapi menghapal Alquran adalah membaca ayat-ayat dengan tajwid yang benar, memahami makna kata demi kata, lalu berusaha menyimpannya di dalam dada. Menghapal Alquran adalah menyimpan kata demi kata dari surat cinta sang Kekasih di dalam benak dan hati kita," kata ayah Husein dalam suatu wawancara dengan Dina Sulaeman.

Motivasi seperti inilah yang harus dibangun dalam diri anak sehingga anak-anak benar-benar terdorong untuk mengetahui makna ayat-ayat yang dihapal.

2. Memulai dari ayat-ayat yang mudah dipahami anak-anak. 

Alquran berisi panduan, tidak hanya untuk orangtua tapi juga anak-anak. Dalam pengajaran menghapal Alquran pertama pada anak-anak, mestinya dimulai dengan ayat-ayat yang relevan dengan anak-anak, ayat-ayat yang bersinggungan langsung dengan kehidupan anak-anak. Misalnya ayat-ayat tentang mengucapkan salam, berbakti kepada orangtua, kebersihan, jangan mubazir, dll. Sehingga anak-anak bisa merasakan bahwa Alquran ini juga bisa jadi panduan dalam hidupnya.

Dengan menggunakan ayat-ayat ini, anak akan merasa terhubung dengan ayat tersebut sehingga tertarik untuk menghapalkannya. Jadi proses menghapalnya benar-benar dimulai dari pemahaman dulu. 

3. Metode yang menyenangkan.

Menghadapi anak-anak memang tidak mudah. Kita perlu mencari metode agar mereka tertarik menghapal Alquran serta memahami isinya. Ada tiga metode menarik yang diajarkan di Jamiatul Quran yang didirikan oleh Sayyid Muhammad Mahdi Thabathabai di Iran. Jamiatul Quran ini sudah menghasilkan ratusan alumnus yang hapal dan paham seluruh atau sebagian Alquran.

Pertama, metode isyarat tangan. Dalam metode ini, ayat yang dipilih adalah ayat-ayat yang bisa dipakai dengan menggunakan isyarat tangan. Ayat-ayat yang dipilih tentu hanya ayat yang pendek-pendek untuk memudahkan anak-anak.

Contoh QS: al-A'raaf; 21. "Kuluu wasyrabuu walaa tusrifuu" (Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan).

Dalam metode isyarat  tangan, "kuluu" diperagakan dengan menyiapkan sesuatu ke dalam mulut (bermakna makanlah). "Wasyrabuu" dipraktekkan dengan kedua tangan seolah-olah menuangkan air ke dalam mulut (bermakna minumlah). "Walaa tusrifuu" diperagakan dengan tangan dan kepala bergoyang-goyang (bermakna jangan berlebih-lebihan). 

Selanjutnya ayat ini diulang-ulang sambil diselang-selingi terjemahan ayat ke dalam bahasa masing-masing. Hingga akhirnya anak-anak dapat menghapal ayat-ayat ini dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Metode ini sangat menarik bagi anak-anak. Terbukti anak-anak di Jamiatul Quran memperagakan sambil tertawa-tawa. Anak-anak juga memahami maknanya hingga bisa mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Seringkali anak-anak lah yang memperingatkan orangtuanya agar tidak berlaku mubazir di rumah.

Kedua, metode bercerita lewat gambar. Anak-anak suka gambar dan cerita. Gabungan keduanya akan membuat anak-anak betah bersama Alquran. Setelah guru bercerita, anak-anak diminta untuk mengulang-ulang ayat dan menghapalnya.

Ketiga, metode permainan. Bermain adalah dunianya anak-anak. Bermain bagi anak-anak itu ya belajar. Anak-anak tidak pernah main-main saat bermain, mereka sangat serius saat bermain. Maka metode permainan seharusnya menjadi metode wajib dalam pembelajaran Alquran. 

Salah satu contoh permainan yang dilakukan oleh anak-anak di Jamiatul Quran adalah bermain isi kursi. Cara bermainnya seperti ini: Jika ada 10 anak, maka letakkan 9 kursi berderet. Minta anak-anak untuk berlomba duduk di kursi tersebut.

Nah, pasti akan ada satu anak yang tidak kebagian kursi. Anak ini akan diminta membacakan ayat dan artinya dengan menggunakan isyarat tangan. Setelah dapat, anak ini akan disuruh duduk terpisah. Lalu kursi dikurangi satu. Maka tertinggal 8 kursi. Kesembilan anak yang tersisa kembali harus berlomba menduduki kursi seperti permainan di awal, demikian seterusnya. 

Saya menambahkan satu metode lagi di rumah. Karena kami punya lumayan banyak buku anak di rumah, maka buku juga dijadikan media  menghapal Alquran. Jadi, ketika selesai membacakan buku, saya sering mengaitkannya dengan ayat-ayat yang ada dalam Alquran. 

Misalnya ketika baca buku tentang kebersihan pakaian, maka dikaitkanlah dengan QS: al-mudatsir; 4. "watsiyaabaka fathahhir." Ayat ini diulang-ulang beserta terjemahannya sampai anak hapal.

Proses menghapal seperti ini akan membuat anak-anak terhindar dari menghapal tanpa makna. Metode ini mungkin terlihat tidak sistematis karena tidak berurut per-surat atau per-juz tapi efek jangka panjangnya sangat bagus. 

Anak-anak memupuk kecintaannya pada Alquran lewat metode-metode yang menyenangkan ini, anak-anak juga dengan mudah memahami ayat yang sedang dihapal serta mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Cara ini mungkin juga terasa ribet dan harus melewati proses panjang. Tapi kalau kita kembali pada tujuan awal, yaitu mendidik anak-anak Qurani sejati (benar-benar paham Alquran, bukan hanya sekedar hapal), maka harus mau melewati proses ini. 

Cara di atas hanyalah beberapa hal yang bisa dicontoh, orangtua atau guru masih bisa menemukan metode lain agar anak-anak betah menghapal Alquran.

Pada akhirnya, entah mau menghapal dulu atau memahami dulu atau sambil jalan dua-duanya, yang harus dipahami adalah bahwa menghapal Alquran hanyalah pintu gerbang untuk memahami dan mengamalkan Alquran. Jangan pernah berpuas diri pada hapalan semata.

Semoga bermanfaat!

0 comments: