This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Laman

Saturday, December 31, 2016

Makna TAHUN BARU

Ada apa sebenarnya dengan tahun baru?
Untuk siapakah tahun baru?
Emangnya apanya yg baru?

Sering kali terjadi pembodohan publik. Sesuatu yg buruk akan dianggap baik dengan propaganda yg tiada henti (PENCITRAAN). Sehingga terbentuklah opini publik bahwa itu adalah hal yg baik
Begitu pula dengan tahun baru.

COBA KAU GUNAKAN AKAL SEHATMU
Ingatlah bahwa tidak ada yg baru.
- Tempat kerjamu tetap yg lama..
- Tempat sekolahmu juga sama..
- Istri atau suami juga tidak baru
- Anak-anakmu juga masih yg lama..
- Rumahmu masih juga tetap yg dulu
- Teman-teman dan sohib juga sama..
- Gajimu juga tetap
TERUS APANYA YANG BARU?

Sebagian umat islam turut dalam perayaan tahun baru dengan berbagai cara; Ada yg tenggelam dalam acara-acara tidak berguna. Ada yg menggunakannya untuk bermuhasabah. Ada yg berkumpul berdoa & berdzikir.

Ketahuilah, pada malam tahun baru itu tidak ada peristiwa apapun, sehingga kau harus bersikap atau bertindak Tidak ada yg istimewa. Tidak padamu, tidak pada negaramu, tidak pada keluargamu. TIDAK ADA APA-APA PADA MALAM TAHUN BARU.

Kita saja yg tertipu oleh media. Laluilah malam tahun baru seperti seorang petani muslim di lereng gunung merapi. Setelah shalat isya’ ia bersiap-siap untuk tidur. Ia berwudu’ seperti hendak shalat. Lalu ia membaca doa dan wirid sebelum tidur. Lalu ia bangun sebelum subuh untuk mengambil bagian rizkinya dari shalat malam. Dan Ketika adzan subuh dikumangdakan ia berangkat ke rumah Allah dan kemudian ia memulai aktivitasnya dengan biasa. KARENA PADA MALAM TAHUN BARU MEMANG TIDAK ADA PERISTIWA APA-APA.

Berikut adalah Puisi karya KH. Musthofa Bisri tentang Tahun Baru.

Selamat Tahun Baru Kawan
(Gus Mus)

Kawan, sudah tahun baru lagi
Belum juga tibakah saatnya kita menunduk, memandang diri sendiri
Bercermin Firman Tuhan sebelum kita dihisabNya
Kawan, siapakah kita ini sebenarnya
Muslimin kah?
Mukminin?
Muttaqin?
kholifah Alloh?
Ummat Muhammad kah kita?
Khoiro ummatin kah kita?
Atau kita sama saja dengan makhluk lain?
Atau bahkan lebih rendah lagi
Hanya budak-budak perut dan kelamin
Iman kita pada Alloh dan yang gaib rasanya lebih tipis daripada uang kertas ribuan
Lebih pipih dari rok perempuan
Betapa pun tersiksa, kita khusuk di depan massa
Dan tiba-tiba buas dan binal justru di saat sendiri bersamaNya
Syahadat kita rasanya seperti perut bedug
Atau pernyataan setia pegawai rendah aja, kosong tak berdaya
Shalat kita rasanya lebih buruk dari senam Ibu-ibu
Lebih cepat dari menghirup kopi panas
Dan lebih ramai daripada lamunan seribu anak muda
Doa kita sesudahnya justru lebih serius kita memohon hidup enak di dunia dan bahagia di sorga
Puasa kita rasanya sekedar mengubah jadwal makan minum dan saat istirahat
Tanpa mengeser acara buat sahwat
Ketika datang lapar atau haus kita pun manggut-manggut Oo beginikah rasanya
Dan kita merasa sudah memikirkan saudara-saudara kita yang melarat
Zakat kita jauh lebih dari berat terasa di banding tukang becak melepas penghasilannya untuk kupon undian yang sia-sia
Kalau pun terkeluarkan harapan pun tanpa ukuran
Upaya-upaya Tuhan menggantinya berlipat ganda
Haji kita tak ubahnya tamasya menghibur diri
Mencari pengalaman spiritual dan matrial
Membuang uang kecil dan dosa besar
Lalu pulang membawa label suci asli made in Saudi, Haji
Kawan, lalu bagaimana, bilamana dan berapa lama kita bersamaNya
Atau kita justru sibuk menjalankan tugas mengatur bumi seisinya
Mensiasati dunia sebagai khalifahNya
Kawan, tak terasa kita memang semakin pintar
Mungkin kedudukan kita sebagai kholifah mempercepat proses kematangan kita
Paling tidak kita semakin pintar berdalih
Kita perkosa alam dan lingkungan demi ilmu pengetahuan
Kita berkelahi demi menegakkan kebenaran
Melaco dan menipu demi keselamatan
Memamerkan kekayaan demi mensyukuri kenikmatan
Memukul dan mencaci demi pendidikan
Berbuat semaunya demi kemerdekaan
Tidak berbuat apa-apa demi ketentraman
Membiarkan kemungkaran demi kedamaian
Pendek kata demi semua yang baik halallah semua sampai pun yang paling tidak baik
Lalu bagaiman dengan cendekiawan dan seniman
Para mubaligh dan kyai
Penyambung lidah Nabi
Jangan ganggu mereka
Para cendekiawan sedang memikirkan segalanya
Para seniman sedang merenungkan apa saja
Para mubaligh sedang sibuk berteriak kemana-mana
Para kyai sedang sibuk berfatwa dan berdoa
Para pemimpin sedang mengatur semuanya
Biarkan mereka diatas sana
Menikmati dan meratapi nasip dan persoalan mereka sendiri
Kawan, selamat tahun baru
Belum juga tibakah saatnya kita menunduk, memandang diri sendiri

Orang yg cerdas adalah orang yg berusaha untuk berada di depan dan tidak mau menjadi ekor. Dia menjadi dirinya sendiri. Maka kau Jangan menjadi ekor, karena tugas ekor itu menutupi aib dan kotoran serta mengusir serangga. Sudah saatnya yg mengaku islam untuk kembali kepada ISLAM.

MOGA ALLAH MERAHMATI KITA SEMUA.., Amin.....

Sumber:
- Kumpulan Puisi Gus Mus
- Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, MA

Thursday, December 1, 2016

Doa khotmil qur'an


بسم الله الرحمن الرحيم
اَللهُمَّ رَبَّنَا يَارَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَتُبْ عَلَيْنَا يَامَولَنَآ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. وَاهْدِنِيْ وَاهْدِنَا وَوَفِّقْنَا إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيْقٍ مُسْتَقِيْمِ بِبَرَكَةِ خَتْمِ الْقُرْءآنِ الْعَظِيْمِ. وَبِحُرْمَةِ حَبِيْبِكَ وَرَسُوْلِكَ الْكَرِيْمِ. وَاعْفُ عَنَّا يَاكَرِيْمُ وَاعْفُ عَنَّا يَارَحِيْمُ. وَاغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا بِفَضْلِكَ وَكَرَمِكَ يَآأَكْرَمَ اْلأَكْرَمِيْنَ وَيَآأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللهُمَّ زَيِّنَّا بِزِيْنَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ. وَأَكْرِمْنَا بِكَرَامَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ. وَشَرِّفْنَا بِشَرَافَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ. وَأَلْبِسْنَا بِخِلْعَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ. وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْقُرْءَانِ. وَعَافِنَا مِنْ كُلِّ بَلَآءِالدُّنْيَا وَعَذَابِ الْأَخِرَةِ بِحُرْمَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ. وَارْحَمْ جَمِيْعَ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ بِحُرْمَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ. اَللهُمَّ اجْعَلِ الْقُرْءَانَ لَنَا فِى الدُّنْيَا قَرِيْنًا. وَفِي الْقَبْرِ مُوْنِسًا. وَفِى الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا. وَعَلَى الصِّراطِ نُوْرًا. وَإِلَى الْجَنَّةِ رَفِيْقًا. وَمِنَ النَّارِ سِتْرًا وَحِجَابًا. وَإِلَى الْخَيْراتِ كُلِّهَادَلِيْلاً وَإِمَامًا. بِفَضْلِكَ وَجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ يَآاَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللهُمَّ ارْزُقْنَا بِكُلِّ حَرْفٍ مِنَ الْقُرْءَانِ حَلاَوَةً. وَبِكُلِّ كَلِمَةٍ كَرَامَةً. وَبِكُلِّ ءَايَةٍ سَعَادَةً. وَبِكُلِّ سُوْرَةٍ سَلاَمَةً. وَبِكُلِّ جُزْءٍ جَزَآءً. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَءَالِهِ أَجْمَعِيْنَ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. اَللهُمَّ انْصُرْ سُلْطانَنَا سُلْطانَ الْمُسْلِمِيْنَ. وَانْصُر ْوُزَرَآءَهُ وَوُكَلآءَهُ وَعَسَاكِرَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَاكْتُبِ السَّلاَمَةَ وَالْعَافِيَةَ عَلَيْنَا وَعَلَى الْحُجَّاجِ وَالْغُزَاةِ وَالْمُسَافِرِيْنَ وَالْمُقِيْمِيْنَ فِيْ بَرِّكَ وَبَحْرِكَ مِنْ أُمَّةٍ مُحَمَّدٍ أَجْمَعِيْنَ. اَللهُمَّ بَلِّغْ ثَوَابَ مَاقَرَأْنَاهُ وَنُوْرَ مَاتَلَوْنَاهُ لِرُوْحِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وِلِأَرْوَاحِ أَوْلادِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَأَصْحابِهِ رِضْوَانُ اللهِ تَعَالَى عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ. وَلِأَرْوَاحِ ءَابَآئِنَا وَأُمَّهاتِنَا وَأَبْنَآئِنَا وَبَنَاتِنَا وَإِخْواَنِنَا وَأَخَواتِنَا وَأَصْدِقَآئِنَا وَأُسْتَاذِنَا وَأَقْرِبَآئِنَا وَمَشَايِخِنَا وَلِمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا وِلِأَرْوَاحِ جَمِيْعِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ. اَلْأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. بِرَحْمَتِكَ يَآأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. جَزَى اللهُ عَنَّا مُحَمَّدً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَاهُوَ أَهْلُهُ. سُبْحنَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالِمِيْنَ. آمِيْنَ


بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم  
اَللَّهُــمَّ ارْحَمْنَــا بِالْقُــرْآنِ• وَاجْعَــلْهُ لَنَــا إِمَامًــا وَنُــوْرًا وَهُــدًى وَرَحْمَــةً• اَللّهُــمَّ ذَكِّــرْنَا مِنْــهُ مَــا نَسِيْــنَا وَعَلِّمــنَا مِنْــهُ مَاجَهِلْــنَا• وَارْزُقــنَا تِلَاوَتَــهُ آنَــاءَ اللَّيْــلِ وأَطْرَافَ النَّهَارْ• وَاجْعَــلْهُ لَنَــا حُجَّــةً يَــا رَبَّ الْعَــالَمِيْــنَ• 
وَصَلِّ اللَّهُــمَّ علي سَيِّــدِنَا مُحَــمَّدٍ وَعَلي آلِــهِ وَصَحْبِــهِ وَسَلِّــم ..

Ya Allah, dengan Al-Quran kurniakanlah kasih sayangMu kepada kami.
Jadikanlah Al-Quran sbg imam, cahaya, hidayah, dan sumber rahmat bagi kami
Ya Allah ingatkan kami bila ada ayat yang kami lupa mengingatnya.
Ajarkan kepada kami, ayat yang kami tidak tahu memahaminya
Karuniakan kepada kami kenikmatan membacanya sepanjang waktu, baik malam maupun siang.
Jadikan Al-Quran bagi kami sebagai hujjah, ya robbal'alamin
Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad, keluarga serta sahabatnya,,aamiin ya robbal 'alamiin... 

Selamat Datang Bulan Maulid

مرحبا بربيع الأول يا شهر مولد الحبيب المعظم

Marhaban Ya Syahrul Rabiul Awwal,  Syahrul Maulid Nabi Muhammad Saw..

يا نبي سلام عليك 
يارسول سلام عليك
يا حبيب سلام عليك 
صلوات الله عليك

Ya ALLAH... Semoga Engkau Terima Sholawat Kami kepada Nabi Muhammad Saw..

اللَّهمَّ صلِّ على سَيِّدِنا محمد وعلى آل سَيِّدِنا محمد

Sebuah Cerita

Ketika Ghandi Peringati Maulid Nabi
Seperti Soekarno dan Castro, Mahatma Ghandi adalah satu dari Legenda negara-negara modern. Ia tokoh yang mampu mengubah segala hal dilingkungannya yang dilihat orang biasa menjadi prinsip dan inovasi yang mempengaruhi orang disekitar untuk melakukan reformasi sosial.

Dengan prinsip itu ia memfokuskan energinya untuk tujuan inovatif, yaitu mengurangi kemiskinan, memperjuangkan hak wanita, membangun kesatuan antara agama dan etnis, memperkuat kemandirian ekonomi dan membantu India meraih kemerdekaan dari Inggris, "tanpa perlawanan senjata".

Darimana Ghandi menemukan formula rahasia untuk mengolah kultur bangsanya menjadi kekuatan dahsyat mengalahkan senjata dan teknologi canggih milik Inggris?

Buku Gandi wal Islam wal La Unfi wa Tamasuk bilhaq (Ghandi dan Islam serta Asas tanpa kekerasan dan berpegang teguh pada kebenaran), menjelaskan fakta-fakta yang tidak pernah saya temukan dibuku-buku sebelumnya.

Mahatma Ghandi yang lahir tahun 1869 di Gujarat India mengeyam pendidikan tinggi di Inner Temple Inggris. Setelah ia menyelesaikan pendidikannya ia bekerja di lembaga hukum Bombay. Sebuah Organisasi Dagang yang dipimpin Dad Abdullah meminta dia menyelesaikan sengketa hukum di Afrika Selatan.
Ghandi tinggal selama 21 tahun disana. Selama itu dia menetap di Asrama Syeikh Sufi Syisti Syah ghulam Muhammad. Ia mempunyai kedekatan dengannya. Dan mengikuti khalwat-khalwatnya. Terlibat dalam aneka pelayanan yang dilakukan para "santri" di asrama tersebut, seperti membersihkan kamar mandi dan pelahanan lainnya, yang dilakukan siapapun tanpa melihat status sosial. Mengingat masa ini Ghandi menulis,
"Ketika Aku menetap di Afrika Selatan, aku mempunyai hubungan kuat dengan saudara muslim disana. Aku bisa mempelajari kebiasaan, pemikiran dan tujuan-tujuan mereka. Aku hidup ditengah saudara muslim 20 tahun lamanya. Mereka memperlakukanku layaknya keluarga. Mereka memberitahu istri dan saudaranya supaya tidak menutup wajah dengan cadar dihadapanku".

Pada tahun 1915 Ghandi kembali ke India, kemudian memimpin gerakan sosial untuk melawan penjajahan Inggris. Konsep kunci Ghandi dalam melawan penjajah adalah Satyagraha; transformasi informasi kepada masyarakat, melawan tanpa perlawanan, dan perjuangan tanpa kekerasan. Gagasan Ghandi diterima baik oleh Maulana Kalam Azad yang mewakili umat Islam India.
Menurut Kalam Azad, prinsip perjuangan Ghandi tidak bertentangan dengan Islam, karena bukan soal akidah melainkan politik. Setelah perundingan antara Ghandi dan Kalam Azad, Ghandi ditangkap Inggris dan dipenjara antara tahun 1922-1924. Dipenjara ia menulis otobiografi dan membaca Sirah Nabi saw yang ditulis Syeikh Syibli al-Nu'mani dan Biografi sahabat Nabi, (auraq min hayati Ashab Nabi) karya Maulana Hadrah Muhani.

Ghandi menulis,
"Aku menjadi lebih yakin dari sebelumnya, bahwa bukan pedang yang menjaga kejayaan Islam berabad-abad lamanya. Akan tetapi kelembutan pribadi Nabi, kerendahan hati Nabi yang sempurna, penghormatannya terhadap perjanjian, keikhlasan Nabi terhadap Sahabat dan pengikutnya, dan kuatnya keyakinan Nabi pada Allah dan kerasulannya. Sifat-sifat Nabi inilah yang membuat Islam berjaya, dan bukan karena pedang. Dengan sifat ini semua berada dibelakang Nabi dan mereka mengalahkan segalanya".

Pada tahun 1934 saat Ghandi menyampaikan sambutan peringatan Maulid Nabi saw, Ghandi mengenang saat-saat ia dipenjara pada 1922-1924, ia mengatakan,
"Nabi seorang yang fakir, zuhud dalam segala sesuatu, padahal jika Nabi mau, beliau bisa hidup kaya raya. Aku merasakan tangis bahagia, saat mengetahui bahwa Nabi bersama sahabat dan keluarganya dengan suka rela memilih hidup miskin. Lalu bagaimana bagi pencari hakikat sepertiku tidak menaruh hormat pada orang yang akalnya selalu bergantung kepada Allah. Sepanjang hidupnya selalu takut kepada Allah dan sayangnya pada manusia tak terbatas".

Saya bertanya Maulana Habib tentang murid beliau yang beragama Hindu, kemana-mana membawa tasbih dan bersholawat. Kata beliau bahwa muridnya telah beriman namun belum bersyahadat (belum Islam). Ghandi boleh jadi juga sama. Apa salahnya kita husnudzan kepadanya.
Tapi pertanyaannya, kenapa kita yang Islam dari bayi tidak bisa mendapat pancaran cahaya Nabi, seperti Ghandi mendapatkan dan mampu meneladaninya? Nabi yang penuh welas asih seperti dikatakan Ghandi. Mungkin karena kita jarang membaca sirahnya apalagi keluar uang untuk memperingati kelahirannya.

Wah pelit banget ya... 

Dalil-Dalil Amaliyah Nahdhatul Ulama

NGAJI ASWAJA
Mugo2 iso istiqomah belajar bareng digawe peng-eling2...


Hukum Membaca Al-Barzanji

Di Indonesia, peringatan Maulid Nabi (orang banjar menyebutnya *Ba-Mulud’an) sudah melembaga bahkan ditetapkan sebagai hari libur nasional. Setiap memasuki Rabi’ul Awwal, berbagai ormas Islam, masjid, musholla, institusi pendidikan, dan majelis taklim bersiap memperingatinya dengan beragam cara dan acara; dari sekadar menggelar pengajian kecil-kecilan hingga seremoni akbar dan bakti sosial, dari sekadar diskusi hingga ritual-ritual yang sarat tradisi (lokal).

Di antara yang berbasis tradisi adalah:
- Manyanggar Banua, Mapanretasi di Pagatan, Ba’Ayun Mulud (Ma’ayun anak) di Kab. Tapin, Kalimantan Selatan
- Sekaten, di Keraton Yogyakarta dan Surakarta,
- Gerebeg Mulud di Demak,
- Panjang Jimat di Kasultanan Cirebon,
- Mandi Barokah di Cikelet Garut, dan sebagainya.

Tradisi lain yang tak kalah populer adalah pembacaan Kitab al-Barzanji. Membaca Barzanji seolah menjadi sesi yang tak boleh ditinggalkan dalam setiap peringatan Maulid Nabi. Pembacaannya dapat dilakukan di mana pun, kapan pun dan dengan notasi apa pun, karena memang tidak ada tata cara khusus yang mengaturnya.

Al-Barzanji adalah karya tulis berupa prosa dan sajak yang isinya bertutur tentang biografi Muhammad, mencakup nasab-nya (silsilah), kehidupannya dari masa kanak-kanak hingga menjadi rasul. Selain itu, juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimilikinya, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan manusia.

Judul aslinya adalah ’Iqd al-Jawahir (Kalung Permata). Namun, dalam perkembangannya, nama pengarangnyalah yang lebih masyhur disebut, yaitu Syekh Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad al-Barzanji. Dia seorang sufi yang lahir di Madinah pada 1690 M dan meninggal pada 1766 M.

Relasi Berjanji dan Muludan

Ada catatan menarik dari Nico Captein, seorang orientalis dari Universitas Leiden, dalam bukunya yang berjudul Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad saw. (INIS, 1994).

Menurutnya, Maulid Nabi pada mulanya adalah perayaan kaum Syi’ah Fatimiyah (909-117 M) di Mesir untuk menegaskan kepada publik bahwa dinasti tersebut benar-benar keturunan Nabi. Bisa dibilang, ada nuansa politis di balik perayaannya.

Dari kalangan Sunni, pertama kali diselenggarakan di Suriah oleh Nuruddin pada abad XI. Pada abad itu juga Maulid digelar di Mosul Irak, Mekkah dan seluruh penjuru Islam. Kendati demikian, tidak sedikit pula yang menolak memperingati karena dinilai bid’ah (mengada-ada dalam beribadah).

Di Indonesia, tradisi Berjanjen bukan hal baru, terlebih di kalangan Nahdliyyin (sebutan untuk warga NU). Berjanjen tidak hanya dilakukan pada peringatan Maulid Nabi, namun kerap diselenggarakan pula pada tiap malam Jumat, pada upacara kelahiran, akikah dan potong rambut, pernikahan, syukuran, dan upacara lainnya. Bahkan, pada sebagian besar pesantren, Berjanjen telah menjadi kurikulum wajib.

Selain al-Barzanji, terdapat pula kitab-kitab sejenis yang juga bertutur tentang kehidupan dan kepribadian Nabi. Misalnya, kitab Shimthual-Durar, karya al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi (Syair Maulud Al-Habsy), al-Burdah, karya al-Bushiri dan al-Diba, karya Abdurrahman al-Diba’iy.

Inovasi Baru

Esensi Maulid adalah penghijauan sejarah dan penyegaran ketokohan Nabi sebagai satu-satunya idola teladan yang seluruh ajarannya harus dibumikan. Figur idola menjadi miniatur dari idealisme, kristalisasi dari berbagai falsafah hidup yang diyakini. Penghijauan sejarah dan penyegaran ketokohan itu dapat dilakukan kapan pun, termasuk di bulan Rabi’ul Awwal.

Kaitannya dengan kebangsaan, identitas dan nasionalisme seseorang akan lahir jika ia membaca sejarah bangsanya. Begitu pula identitas sebagai penganut agama akan ditemukan (di antaranya) melalui sejarah agamanya. Dan, dibacanya Kitab al-Barzanji merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan esensial itu, yakni ‘menghidupkan’ tokoh idola melalui teks-teks sejarah.

Permasalahannya sekarang, sudahkah pelaku Berjanjen memahami bait-bait indah al-Barzanji sehingga menjadikannya inspirator dan motivator keteladanan? Barangkali, bagi kalangan santri, mereka dapat dengan mudah memahami makna tiap baitnya karena (sedikit banyak) telah mengerti bahasa Arab. Ditambah kajian khusus terhadap referensi penjelas (syarh) dari al-Barzanji, yaitu kitab Madarij al-Shu’ud karya al-Nawawi al-Bantani, menjadikan pemahaman
mereka semakin komprehensif.

Bagaimana dengan masyarakat awam? Tentu mereka tidak bisa seperti itu. Karena mereka memang tidak menguasai bahasa Arab. Yang mereka tahu, kitab itu bertutur tentang sejarah Nabi tanpa mengerti detail isinya. Akibatnya, penjiwaan dan penghayatan makna al-Barzanji sebagai inspirator dan motivator hidup menjadi tereduksi oleh rangkaian ritual simbolik yang tersakralkan.

Barangkali, kita perlu berinovasi agar pesan-pesan profetik di balik bait al-Barzanji menjadi tersampaikan kepada pelakunya (terutama masyarakat awam) secara utuh menyeluruh. Namun, ini tidaklah mudah. Dibutuhkan penerjemah yang andal dan sastrawan-sastrawan ulung untuk mengemas bahasa al-Barzanji ke dalam konteks bahasa kekinian dan kedisinian. Selain itu, juga mempertimbangkan kesiapan masyarakat menerima inovasi baru terhadap aktivitas yang kadung tersakralkan itu.

Inovasi dapat diimplementasikan dengan menerjemahkan dan menekankan aspek keteladan. Dilakukan secara gradual pasca-membaca dan melantunkan syair al-Barzanji. Atau mungkin dengan kemasan baru yang tidak banyak menyertakan bahasa Arab, kecuali lantunan shalawat dan ayat-ayat suci, seperti dipertunjukkan W.S. Rendra, Ken Zuraida (istri Rendra), dan kawan-kawan pada Pentas Shalawat Barzanji pada 12-14 Mei 2003 di Stadion Tennis Indoor, Senayan, Jakarta.

Sebagai pungkasan, semoga Barzanji tidak hanya menjadi ‘lagu wajib’ dalam upacara, tapi (yang penting) juga mampu menggerakkan pikiran, hati, pandangan hidup serta sikap kita untuk menjadi lebih baik sebagaimana Nabi.

Dan semoga, Maulid dapat mengentaskan kita dari keterpurukan sebagaimana Shalahuddin Al-Ayubi sukses membangkitkan semangat tentaranya hingga menang dalam pertempuran.

Garis Keturunan Syekh al-Barzanji :
Sayyid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Syed ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Syed ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a. dan Sayidatina Fatimah binti Rasulullah saw.

Dinamakan Al-Barjanzy karena dinisbahkan kepada nama desa pengarang yang terletak di Barjanziyah kawasan Akrad (kurdistan). Kitab tersebut nama aslinya ‘Iqd al-Jawahir (Bahasa Arab, artinya kalung permata) sebagian ulama menyatakan bahwa nama karangannya adalah “I’qdul Jawhar fi mawlid anNabiyyil Azhar”. yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad saw., meskipun kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.

Beliau dilahirkan di Madinah Al Munawwarah pada hari Kamis, awal bulan Zulhijjah tahun 1126 H (1960 M) (1766 beliau menghafal Al-Quran 30 Juz kepada Syaikh Ismail Alyamany dan Tashih Quran (mujawwad) kepada syaikh Yusuf Asho’idy kemudian belajar ilmu naqliyah (quran Dan Haditz) dan ‘Aqliyah kepada ulama-ulama masjid nabawi Madinah Al Munawwarah dan tokoh-tokoh qabilah daerah Barjanzi kemudian belajar ilmu nahwu, sharaf, mantiq, Ma’ani, Badi’, Faraidh, Khat, hisab, fiqih, ushul fiqh, falsafah, ilmu hikmah, ilmu teknik, lughah, ilmu mustalah hadis, tafsir, hadis, ilmu hukum, Sirah Nabawi, ilmu sejarah semua itu dipelajari selama beliau ikut duduk belajar bersama ulama-ulama masjid nabawi. Dan ketika umurnya mencapai 31 tahun atau bertepatan 1159 H barulah beliau menjadi seorang yang ‘Alim wal ‘Allaamah dan Ulama besar.

Kitab “Mawlid al-Barzanji” ini telah disyarahkan oleh al-’Allaamah al-Faqih asy-Syaikh Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad yang terkenal dengan panggilan Ba`ilisy yang wafat tahun 1299H dengan satu syarah yang memadai, cukup elok dan bermanfaat yang dinamakan “al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji” yang telah banyak kali diulang cetaknya di Mesir.

Di samping itu, kitab Mawlid Sidi Ja’far al-Barzanji ini telah disyarahkan pula oleh para ulama kenamaan umat ini. Antara yang masyhur mensyarahkannya ialah Syaikh Muhammad bin Ahmad ‘Ilyisy al-Maaliki al-’Asy’ari asy-Syadzili al-Azhari dengan kitab “al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji”. Beliau ini adalah seorang ulama besar keluaran al-Azhar asy-Syarif, bermazhab Maliki lagi Asy`ari dan menjalankan Thoriqah asy-Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217H (1802M) dan wafat pada tahun 1299H (1882M).

Selain itu ulama kita kelahiran Banten, Pulau Jawa, yang terkenal sebagai ulama dan penulis yang produktif dengan banyak karangannya, yaitu Sayyidul ‘Ulama-il Hijaz, an-Nawawi ats-Tsani, Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi turut menulis syarah yang lathifah bagi “Mawlid al-Barzanji” dan karangannya itu dinamakannya “Madaarijush Shu`uud ila Iktisaa-il Buruud”. Kemudian, Sayyid Ja’far bin Sayyid Isma`il bin Sayyid Zainal ‘Abidin bin Sayyid Muhammad al-Hadi bin Sayyid Zain yang merupakan suami kepada satu-satunya anak Sayyid Ja’far al-Barzanji, telah juga menulis syarah bagi “Mawlid al-Barzanji” tersebut yang dinamakannya “al-Kawkabul Anwar ‘ala ‘Iqdil Jawhar fi Mawlidin Nabiyil Azhar”.

Sayyid Ja’far ini juga adalah seorang ulama besar keluaran al-Azhar asy-Syarif. Beliau juga merupakan seorang Mufti Syafi`iyyah. Karangan-karangan beliau banyak, antaranya: “Syawaahidul Ghufraan ‘ala Jaliyal Ahzan fi Fadhaa-il Ramadhan”, “Mashaabiihul Ghurar ‘ala Jaliyal Kadar” dan “Taajul Ibtihaaj ‘ala Dhau-il Wahhaaj fi Israa` wal Mi’raaj”. Beliau juga telah menulis sebuah manaqib yang menceritakan perjalanan hidup dan ketinggian nendanya Sayyid Ja’far al-Barzanji dalam kitabnya “ar-Raudhul A’thar fi Manaqib as-Sayyid Ja’far”.

Kembali kepada Sidi Ja’far al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan sahaja kerana ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk hujan pada musim-musim kemarau. Diceritakan bahawa satu ketika di musim kemarau, sedang beliau sedang menyampaikan khutbah Jumaatnya, seseorang telah meminta beliau beristisqa` memohon hujan. Maka dalam khutbahnya itu beliau pun berdoa memohon hujan, dengan serta merta doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya sehingga seminggu, persis sebagaimana yang pernah berlaku pada zaman Junjungan Nabi s.a.w. dahulu. Menyaksikan peristiwa tersebut, maka sebahagian ulama pada zaman itu telah memuji beliau dengan bait-bait syair yang berbunyi:-

سقى الفروق بالعباس قدما * و نحن بجعفر غيثا سقينا
فذاك و سيلة لهم و هذا * وسيلتنا إمام العارفينا

Dahulu al-Faruuq dengan al-’Abbas beristisqa` memohon hujan
Dan kami dengan Ja’far pula beristisqa` memohon hujan
Maka yang demikian itu wasilah mereka kepada Tuhan
Dan ini wasilah kami seorang Imam yang ‘aarifin.

Sidi Ja’far al-Barzanji wafat di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`, sebelah bawah maqam beliau dari kalangan anak-anak perempuan Junjungan Nabi s.a.w. Karangannya membawa umat ingatkan Junjungan Nabi s.a.w., membawa umat kasihkan Junjungan Nabi s.a.w., membawa umat rindukan Junjungan Nabi s.a.w. Setiap kali karangannya dibaca, pasti sholawat dan salam dilantunkan buat Junjungan Nabi s.a.w. Juga umat tidak lupa mendoakan Sayyid Ja’far yang telah berjasa menyebarkan keharuman pribadi dan sirah kehidupan makhluk termulia keturunan Adnan. Allahu … Allah.

اللهم اغفر لناسج هذه البرود المحبرة المولدية
سيدنا جعفر من إلى البرزنج نسبته و منتماه
و حقق له الفوز بقربك و الرجاء و الأمنية
و اجعل مع المقربين مقيله و سكناه
و استرله عيبه و عجزه و حصره و عيه
و كاتبها و قارئها و من اصاخ إليه سمعه و اصغاه

Ya Allah ampunkan pengarang jalinan mawlid indah nyata, Sayyidina Ja’far kepada Barzanj ternisbah dirinya
Kejayaan berdamping denganMu hasilkan baginya. Juga kabul segala harapan dan cita-cita. Jadikanlah dia bersama muqarrabin berkediaman dalam syurga.
Tutupkan segala keaiban dan kelemahannya. Segala kekurangan dan kekeliruannya. Seumpamanya Ya Allah harap dikurnia juga Bagi penulis, pembaca serta pendengarnya.

و صلى الله على سيدنا محمد و على اله و صحبه و سلم
و الحمد لله رب العالمين

Dalam bukunya, Dan Muhammad adalah Utusan Allah: Penghormatan terhadap Nabi SAW. dalam Islam (1991), sarjana Jerman peneliti Islam, Annemarie Schimmel, menerangkan bahwa teks asli karangan Ja’far al-Barzanji, dalam bahasa Arab, sebetulnya berbentuk prosa. Namun, para penyair kemudian mengolah kembali teks itu menjadi untaian syair, sebentuk eulogy bagi Sang Nabi.

Untaian syair itulah yang tersebar ke berbagai negeri di Asia dan Afrika, tak terkecuali Indonesia. Tidak tertinggal oleh umat Islam penutur bahasa Swahili di Afrika atau penutur bahasa Urdu di India, kita pun dapat membaca versi bahasa Indonesia dari syair itu, semisal hasil terjemahan HAA Dahlan atau Ahmad Najieh, meski kekuatan puitis yang terkandung dalam bahasa Arab kiranya belum sepenuhnya terwadahi dalam bahasa kita sejauh ini.

Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa karya Ja’far al-Barzanji merupakan biografi puitis Nabi Muhammad SAW. Dalam garis besarnya, karya ini terbagi dua: “Natsar” dan “Nadhom”. Bagian “Natsar” terdiri atas 19 subbagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi “ah” pada tiap-tiap rima akhir. Seluruhnya menurutkan riwayat Nabi Muhammad SAW., mulai dari saat-saat menjelang paduka dilahirkan hingga masa-masa tatkala paduka mendapat tugas kenabian. Sementara, bagian “Nadhom” terdiri atas 16 subbagian yang memuat 205 untaian syair, dengan mengolah rima akhir “nun”.

Dalam untaian prosa lirik atau sajak prosaik itu, terasa betul adanya keterpukauan sang penyair oleh sosok dan akhlak Sang Nabi. Dalam bagian “Nadhom”, misalnya, antara lain diungkapkan sapaan kepada Nabi pujaan: Engkau mentari, engkau bulan/ Engkau cahaya di atas cahaya.

Di antara idiom-idiom yang terdapat dalam karya ini, banyak yang dipungut dari alam raya seperti matahari, bulan, purnama, cahaya, satwa, batu, dan lain-lain. Idiom-idiom seperti itu diolah sedemikian rupa, bahkan disenyawakan dengan shalawat dan doa, sehingga melahirkan sejumlah besar metafor yang gemilang. Silsilah Sang Nabi sendiri, misalnya, dilukiskan sebagai “untaian mutiara”.

Namun, bahasa puisi yang gemerlapan itu, seringkali juga terasa rapuh. Dalam karya Ja’far al-Barzanji pun, ada bagian-bagian deskriptif yang mungkin terlampau meluap. Dalam bagian “Natsar”, misalnya, sebagaimana yang diterjemahkan oleh HAA Dahlan, kita mendapatkan lukisan demikian: Dan setiap binatang yang hidup milik suku Quraisy memperbincangkan kehamilan Siti Aminah dengan bahasa Arab yang fasih.

Betapapun, kita dapat melihat teks seperti ini sebagai tutur kata yang lahir dari perspektif penyair. Pokok-pokok tuturannya sendiri, terutama menyangkut riwayat Sang Nabi, terasa berpegang erat pada Alquran, hadis, dan sirah nabawiyyah. Sang penyair kemudian mencurahkan kembali rincian kejadian dalam sejarah ke dalam wadah puisi, diperkaya dengan imajinasi puitis, sehingga pembaca dapat merasakan madah yang indah.

Salah satu hal yang mengagumkan sehubungan dengan karya Ja’far al-Barzanji adalah kenyataan bahwa karya tulis ini tidak berhenti pada fungsinya sebagai bahan bacaan. Dengan segala potensinya, karya ini kiranya telah ikut membentuk tradisi dan mengembangkan kebudayaan sehubungan dengan cara umat Islam di berbagai negeri menghormati sosok dan perjuangan Nabi Muhammad SAW.

Sifatnya:

Wajahnya tampan, perilakunya sopan, matanya luas, putih giginya, hidungnya mancung, jenggotnya yang tebal, Mempunyai akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan sangat pemurah.

Seorang ulama besar yang berdedikasi mengajarkan ilmunya di Masjid Kakeknya (Masjid Nabawi) SAW. sekaligus beliau menjadi seorang mufti Mahzhab Syafiiyah di kota madinah Munawwarah.

“Al-’Allaamah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid Ja’far bin Hasan al-Barzanji adalah MUFTI ASY-SYAFI`IYYAH di Kota Madinah al-Munawwarah. Banyak perbedaan tentang tanggal wafatnya, sebagian menyebut beliau meninggal pada tahun 1177 H. Imam az-Zubaidi dalam “al-Mu’jam al-Mukhtash” menulis bahwa beliau wafat tahun 1184 H, dimana Imam az-Zubaidi pernah berjumpa dengan beliau dan menghadiri majelis pengajiannya di Masjid Nabawi yang mulia.

Maulid karangan beliau ini adalah kitab maulid yang paling terkenal dan paling tersebar ke pelosok negeri ‘Arab dan Islam, baik di Timur maupun di Barat. Bahkan banyak kalangan ‘Arab dan ‘Ajam (luar Arab) yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam waktu-waktu tertentu. Kandungannya merupakan khulaashah (ringkasan) sirah nabawiyyah yang meliputi kisah lahir baginda, perutusan baginda sebagai rasul, hijrah, akhlak, peperangan sehingga kewafatan baginda.

Wafat:

Beliau telah kembali ke rahmatullah pada hari Selasa, setelah Asar,4 Sya’ban, tahun 1177 H (1766 M). Jasad beliau makamkan di Baqi’ bersama keluarga Rasulullah saw.

Kitab maulid Barzanji sendiri telah disyarah (dijelaskan) oleh ulama-ulama besar seperti Syaikh Muhammad bin Ahmad ‘Ilyisy al-Maaliki al-’Asy’ari asy-Syadzili al-Azhari yang mengarang kitab “al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al- Barzanji” dan Sayyidul ‘Ulama-il Hijaz, Syeikh Muhammad  Nawawi al-Bantani al-Jawi “Madaarijush Shu`uud ila Iktisaa-il Buruud”.

*dari berbagai sumber

Monday, November 28, 2016

Amalan Rabu Wekasan

Rabu wekasan atau pungkasan adalah hari rabu terakhir bulan shofar. Sebagian ulama ahli kasyf mengatakan bahwa pada hari itu diturunkan beberapa macam bala’.

Dan pada tahun ini, rabu wekasan jatuh pada hari rabu wage tanggal 30 Shofar 1438 H/ 30 November 2016 M. (ingat lho malam rabu, bukan malam kamis).

Sholat dilaksanakan empat roka’at, baik dengan dua tasyahud satu salam, dengan niat:

أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْحَاجَةِ لِدَفْعِ الْبَلَاءِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِلهِ تَعَالَى

atau dua tasyahud dua salam, dengan niat:

أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْحَاجَةِ لِدَفْعِ الْبَلَاءِ رَكْعَتَيْنِ لِلهِ تَعَالَى

Setelah membaca Al-Fatihah, kemudian membaca Surat Al-Kautsar 17x, Surat Al-Ikhlash 5x, Surat Al-Falaq 1x dan Surat An-Nas 1x. Hal ini dilakukan tiap rokaat. Artinya tiap rokaat membaca semua surat tersebut.

Selesai sholat empat rokaat, kemudian membaca Do’a ini:


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. اللّٰهُمَّ يَا شَدِيْدَ الْقُوَى وَيَا شَدِيْدَ الْمِحَالِ يَا عَزِيْزُ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيْعُ خَلْقِكَ اِكْفِنِيْ مِنْ جَمِيْعِ خَلْقِكَ يَا مُحْسِنُ يَا مُجَمِّلُ يَا مُتَفَضِّلُ يَا مُنْعِمُ يَا مُكْرِمُ يَا مَنْ لَآ إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ بِرَحْمَتِكَ ياَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اللّٰهُمَّ بِسِرِّ الْحَسَنِ وَأَخِيْهِ وَجَدِّهِ وَأَبِيْهِ اِكْفِنِيْ شَرَّ هٰذَا الْيَوْمِ وَمَا يَنْزِلُ فِيْهِ يَا كَافِيْ فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ. وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

Tata cara ini ada di kitab Kanzun Najah Was-surur Karya Syekh Abdul Hamid Qudus, dan Dinuqil dalam kitab Nubdzatul Anwar.

Rabu Wekasan (Jawa: Rebo Wekasan) adalah tradisi ritual yang dilaksanakan pada hari Rabu terakhir bulan Shafar, guna memohon perlindungan kepada Allah Swt dari berbagai macam malapetaka yang akan terjadi pada hari tersebut. Tradisi ini sudah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa, Sunda, Madura, dll.

Bentuk ritual Rebo Wekasan meliputi empat hal; (1) shalat tolak bala’; (2) berdoa dengan doa-doa khusus; (3) minum air jimat; dan (4) selamatan, sedekah, silaturrahin, dan berbuat baik kepada sesama.

Asal-usul tradisi ini bermula dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi (w.1151 H) dalam kitab “Fathul Malik Al-Majid Al-Mu-Allaf Li Naf’il ‘Abid Wa Qam’i Kulli Jabbar ‘Anid (biasa disebut: Mujarrobat ad-Dairobi). Anjuran serupa juga terdapat pada kitab: ”Al-Jawahir Al-Khams” karya Syeikh Muhammad bin Khathiruddin Al-‘Atthar (w. th 970 H), Hasyiyah As-Sittin, dan sebagainya.

Dalam kitab-kitab tersebut disebutkan bahwa salah seorang Waliyullah yang telah mencapai maqam kasyaf (kedudukan tinggi dan sulit dimengerti orang lain) mengatakan bahwa dalam setiap tahun pada Rabu terakhir Bulan Shafar, Allah Swt menurunkan 320.000 (tiga ratus dua puluh ribu) macam bala’ dalam satu malam. Oleh karena itu, beliau menyarankan Umat Islam untuk shalat dan berdoa memohon agar dihindarkan dari bala’ tsb. Tata-caranya adalah shalat 4 Rakaat. Setiap rakaat membaca surat al Fatihah dan Surat Al-Kautsar 17 kali, Al-Ikhlas 5 kali, Al-Falaq dan An-Nas 1 kali. Kemudian setelah salam membaca doa khusus yang dibaca sebanyak 3 kali. Waktunya dilakukan pada pagi hari (waktu Dhuha).

PANDANGAN ISLAM

Untuk menyikapi masalah ini, kita perlu meninjau dari berbagai sudut pandang.

Pertama, rekomendasi sebagian ulama sufi (waliyullah) tersebut didasari pada ilham. Ilham adalah bisikan hati yang datangnya dari Allah (semacam “inspirasi” bagi masyarakat umum). Menurut mayoritas ulama Ushul Fiqh, ilham tidak dapat menjadi dasar hukum. Ilham tidak bisa melahirkan hukum wajib, sunnah, makruh, mubah, atau haram.

Kedua, ilham yang diterima para ulama tersebut tidak dalam rangka menghukumi melainkan hanya informasi dari “alam ghaib”. Jadi, anjuran beliau-beliau tidak mengikat karena tidak berkaitan dengan hukum Syariat.

Ketiga, ilham yang diterima seorang wali tidak boleh diamalkan oleh orang lain (apalagi orang awam) sebelum dicocokkan dengan al-Qur’an dan Hadits. Jika sesuai dengan al-Qur’an dan Hadits, maka ilham tersebut dapat dipastikan kebenarannya. Jika bertentangan, maka ilham tersebut harus ditinggalkan.

Memang ada hadits dla’if yang menerangkan tentang Rabu terakhir di Bulan Shafar, yaitu:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: آخِرُ أَرْبِعَاءَ فِي الشَّهْرِ يَوْمُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ. رواه وكيع في الغرر، وابن مردويه في التفسير، والخطيب البغدادي..

“Dari Ibn Abbas ra, Nabi Saw bersabda: “Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya naas yang terus-menerus.” HR. Waki’ dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam at-Tafsir, dan al-Khathib al-Baghdadi. (dikutip dari Al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, juz 1, hal. 4, dan al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari, al-Mudawi li-‘Ilal al-Jami’ al-Shaghir wa Syarhai al-Munawi, juz 1, hal. 23).

Selain dla’if, hadits ini juga tidak berkaitan dengan hukum (wajib, halal, haram, dll), melainkan hanya bersifat peringatan (at-targhib wat-tarhib).

HUKUM MEYAKINI

Hukum meyakini datangnya malapetaka di akhir Bulan Shafar, sudah dijelaskan oleh hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم.

“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Menurut al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, hadits ini merupakan respon Nabi Saw terhadap tradisi yang berkembang di masa Jahiliyah. Ibnu Rajab menulis: “Maksud hadits di atas, orang-orang Jahiliyah meyakini datangnya sial pada bulan Shafar. Maka Nabi SAW membatalkan hal tersebut. Pendapat ini disampaikan oleh Abu Dawud dari Muhammad bin Rasyid al-Makhuli dari orang yang mendengarnya. Barangkali pendapat ini yang paling benar. Banyak orang awam yang meyakini datangnya sial pada bulan Shafar, dan terkadang melarang bepergian pada bulan itu.
Meyakini datangnya sial pada bulan Shafar termasuk jenis thiyarah (meyakini pertanda buruk) yang dilarang.” (Lathaif al-Ma’arif, hal. 148).
Hadis ini secara implisit juga menegaskan bahwa Bulan Shafar sama seperti bulan-bulan lainnya. Bulan tidak memiliki kehendak sendiri. Ia berjalan sesuai dengan kehendak Allah Swt.

Muktamar NU ke-3 juga pernah menjawab tentang hukum berkeyakinan terhadap hari naas, misalnya hari ketiga atau hari keempat pada tiap-tiap bulan. Para Muktamirin mengutip pendapat Ibnu Hajar al-Haitami dalam Al-Fatawa al-Haditsiyah sbb: “Barangsiapa bertanya tentang hari sial dan sebagainya untuk diikuti, bukan untuk ditinggalkan dan memilih apa yang harus dikerjakan serta mengetahui keburukannya, semua itu merupakan perilaku orang Yahudi dan bukan petunjuk utk orang Islam yang bertawakal kepada Sang Maha Pencipta. Apa yang dikutip tentang hari-hari naas dari sahabat Ali kw. adalah batil dan dusta serta tidak ada dasarnya sama sekali, maka berhati-hatilah dari semua itu” (Ahkamul Fuqaha’,2010: 54).

HUKUM SHALAT

Shalat Rebo Wekasan (sebagaimana anjuran sebagian ulama di atas), jika niatnya adalah shalat Rebo Wekasan secara khusus, maka hukumnya tidak boleh, karena Syariat Islam tidak pernah mengenal shalat bernama “Rebo Wekasan”. Tapi jika niatnya adalah shalat sunnah mutlaq atau shalat hajat, maka hukumnya boleh. Shalat sunnah mutlaq adalah shalat yang tidak dibatasi waktu, tidak dibatasi sebab, dan bilangannya tidak terbatas. Shalat hajat adalah shalat yang dilaksanakan saat kita memiliki keinginan (hajat) tertentu, termasuk hajatli daf’il makhuf (menolak hal-hal yang dikhawatirkan).
Syeikh Abdul Hamid Muhammad Ali Qudus (imam masjidil haram) dalam kitab Kanzun Najah Was Surur halaman 33 menulis: “Syeikh Zainuddin murid Imam Ibnu Hajar Al-Makki berkata dalam kitab “Irsyadul Ibad”, demikian juga para ulama madzhab lain, mengatakan: Termasuk bid’ah tercela yang pelakunya dianggap berdosa dan penguasa wajib melarang pelakunya, yaitu Shalat Ragha’ib 12 rakaat yang dilaksanakan antara Maghrib dan Isya’ pada malam Jum’at pertama bulan Rajab. Kami (Syeikh Abdul Hamid) berpendapat: Sama dengan shalat tersebut (termasuk bid’ah tercela) yaitu Shalat Bulan Shafar. Seseorang yang akan shalat pada salah satu waktu tersebut, berniatlah melakukan shalat sunnat mutlaq secara sendiri-sendiri tanpa ada ketentuan bilangan, yakni tidak terkait dengan waktu, sebab, atau hitungan rakaat.
       
”Keputusan musyawarah NU Jawa Tengah tahun 1978 di Magelang juga menegaskan bahwa shalat khusus Rebo Wekasan hukumnya haram, kecuali jika diniati shalat sunnah muthlaqah atau niat shalat hajat.
Kemudian Muktamar NU ke-25 di Surabaya (Tanggal 20-25 Desember 1971 M) juga melarang shalat yang tidak ada dasar hukumnya, *kecuali diniati shalat mutlaq.* (Referensi: Tuhfah al-Muhtaj Juz VII, Hal 317).

HUKUM BERDOA

Berdoa untuk menolak-balak (malapetaka) pada hari Rabu Wekasan hukumnya boleh, tapi harus diniati berdoa memohon perlindungan dari malapetaka secara umum (tidak hanya malapetaka Rabu Wekasan saja).
Al-Hafidz Zainuddin Ibn Rajab al-Hanbali menyatakan: “Meneliti sebab-sebab bencana seperti melihat perbintangan dan semacamnya merupakan thiyarah yang terlarang. Karena orang-orang yang meneliti biasanya tidak menyibukkan diri dengan amal-amal baik sebagai penolak balak, melainkan justru memerintahkan agar tidak keluar rumah dan tidak bekerja. Padahal itu jelas tidak mencegah terjadinya keputusan dan ketentuan Allah swt. Ada lagi yang menyibukkan diri dengan perbuatan maksiat, padahal itu dapat mendorong terjadinya malapetaka.
Syari’at mengajarkan agar (kita) tidak meneliti melainkan menyibukkan diri dengan amal-amal yang dapat menolak balak, seperti berdoa, berzikir, bersedekah, dan bertawakal kepada Allah Swt serta beriman pada qadla’ dan qadar-Nya.” (Ibn Rajab, Lathaif al-Ma’arif,hal. 143).

HUKUM MENYEBARKAN

Hadratus Syeikh KH. M. Hasyim Asy’ari pernah menjawab pertanyaan tentang Rebo Wekasan dan beliau menyatakan bahwa semua itu tidak ada dasarnya dalam Islam (ghairu masyru’).
Umat Islam juga dilarang menyebarkan atau mengajak orang lain untuk mengerjakannya. Berikut naskah lengkap dari beliau:

بسم الله الرحمن الرحيم وبه نستعين على أمور الدنيا والدين وصلى الله على سيدنامحمد وعلى آله وصحبه وسلم.أورا وناع فيتوا أجاء – أجاء لن علاكوني صلاة ربو وكاسان لن صلاة هدية كاع كاسبوت إع سؤال، كرنا صلاة لورو إيكو ماهو دودو صلاة مشروعة في الشرع لن أورا أنا أصلي في الشرع. والدليل على ذلك خلو الكتب المعتمدة عن ذكرها، كيا كتاب تقريب، المنهاج القويم، فتح المعين، التحرير لن سأ فندوكور كيا كتاب النهاية، المهذب لن إحياء علوم الدين. كابيه ماهو أورا أنا كع نوتور صلاة كع كاسبوت.ومن المعلوم أنه لو كان لها أصللبادروا إلى ذكرها وذكر فضلها، والعادة تحيل أن يكون مثل هذه السنة وتغيب عن هؤلاء وهم أعلم الدين وقدوة المؤمنين. لنأورا وناع أويه فيتوا أتوا عافيك حكوم ساكا كتاب مجربات لن كتاب نزهة المجالس. كتراعان سكع كتاب حواشى الأشباه والنظائر للإمام الحمدي قال: ولا يجوز الإفتاء من الكتب الغير المعتبرة، لن كتراعان سكع كتاب تذكرة الموضوعات للملاعلى القاري: لا يجوز نقل الأحاديث النبوية والمسائل الفقهية والتفاسير القرآنيةإلا من الكتب المداولة (المشهورة) لعدم الإعتماد على غيرها من ودع الزنادقة والحاد الملاحدة بخلاف الكتب المحفوظة انتهى. لن كتراعان سكع كتاب تنقيح الفتوى الحميدية: ولا يحل الإفتاء من الكتب الغريبة. وقد عرفت أن نقل المجربات الديربية وحاشية الستين لاستحباب هذه الصلاة المذكورة يخالف كتب الفروع الفقهية فلا يصح ولا يجوز الإفتاء بها. لنماليه حديث كع كاسبات وونتن كتاب حاشية الستين فونيكا حديث موضوع. كتراعانسكع كتاب القسطلاني على البخاري: ويسمى المختلف الموضوع ويحرم روايته مع العلم به مبينا والعمل به مطلقا. انتهى…. …… إلى أن قال: وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يَسْتَدِلَّ بِمَا صَحَّعَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: الصَّلاَةُ خَيْرُ مَوْضُوْعٍ، فَمَنْ شَاءَ فَلْيَسْتَكْثِرْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَسْتَقْلِلْ، فَإِنَّ ذَلِكَ مُخْتَصٌّ بِصَلاَةٍ مَشْرُوْعَةٍ. سكيرا أورا بيصا تتف كسنتاني صلاة هديه كلوان دليل حديث موضوع،مك أورا بيصا تتف كسنتاني صلاة ربو وكاسان كلوان داووهي ستعاهي علماء العارفين، مالاهبيصا حرام، سبب إيكي بيصا تلبس بعبادة فاسدة. والله سبحانه وتعالى أعلم. (هذا جواب الفقير إليه تعالى محمدهاشم أشعري جومباع).


KESIMPULAN

Tradisi Rebo Wekasan memang bukan bagian dari Syariat Islam, akan tetapi merupakan tradisi yang positif karena (1) menganjurkan shalat dan doa; (2) menganjurkan banyak bersedekah; (3) menghormati para wali yang mukasyafah (QS. Yunus : 62).
Karena itu, hukum ibadahnya sangat bergantung pada tujuan dan teknis pelaksanaan.
* Jika niat dan pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan syariat, maka hukumnya boleh. Tapi bila terjadi penyimpangan (baik dalam keyakinan maupun caranya), maka hukumya haram.*

*Bagi yang meyakini silahkan mengerjakan tapi harus sesuai aturan syariat dan tidak perlu mengajak siapapun. Bagi yang tidak meyakini tidak perlu mencela atau mencaci-maki.*

Mengenai indikasi adanya kesialan pada akhir bulan Shafar, seperti peristiwa angin topan yang memusnahkan Kaum ‘Aad (QS. Al-Qamar: 18-20), maka itu hanya satu peristiwa saja dan tidak terjadi terus-menerus.
Karena banyak peristiwa baik yang juga terjadi pada Rabu terakhir Bulan Shafar, seperti penemuan air Zamzam di Masjidil Haram, penemuan sumber air oleh Sunan Giri di Gresik, dll.
Kemudian, betapa banyak orang yang selamat (tidak tertimpa musibah) pada Hari Rabu terakhir bulan Shafar, meskipun mereka tidak shalat Rebo Wekasan.
Sebaliknya, betapa banyak musibah yang justru terjadi pada hari Kamis, Jum’at, Sabtu, dll (selain Rabu Wekasan) dan juga pada bulan-bulan selain Bulan Shafar. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya musibah atau malapetaka adalah urusan Allah swt, yang tentu saja berkorelasi dengan sebab-sebab yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Mengenai cuaca ekstrim yang terjadi di bulan ini (Shafar), maka itu adalah siklus tahunan. Itu adalah fenomena alam yang bersifat alamiah (Sunnatullah) dan terjadi setiap tahun selama satu bulanan (bukan hanya terjadi pada Hari Rabu Wekasan saja). Intinya, suatu hari yg bernama “Rebo Wekasan” tidak akan mampu membuat bencana apapun tanpa seizin Allah Swt.

Wallahu A’lam...

Thursday, November 24, 2016

Tipe Kepribadian Melankolis




Orang melankolis adalah orang yang serius dan tertutup, namun cerdas dan sangat kritis dalam berpikir. Mereka dapat mengerjakan suatu hal dengan jauh lebih tekun dibandingkan tipe kepribadian yang lainnya. Mereka memahami sesuatu setahap demi setahap, dan mereka menjalani sebagian besar hidupnya dengan sangat serius.

Orang melankolis mempunyai pemikiran yang kritis. Mereka mampu menganalisis suatu keadaan dengan jauh lebih baik dibandingkan dengan tipe-tipe kepribadian lainnya. Mereka memiliki kemampuan luar biasa dalam ”melihat di balik layar” dan memahami apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Mereka bisa melihat hal-hal yang tidak terlihat oleh kebanyakan orang karena tingkat ketelitian dan ketajaman analisisnya. Mereka adalah individu yang cakap. Mereka tahu bahwa mereka tahu apa yang mereka ketahui. Mereka meneliti fakta-fakta dan mengikutinya dengan sangat hati-hati. Mereka melakukan perencanaan dan mengikuti rencana itu. Moto mereka adalah : ”Rencanakan kerja Anda. Kerjakan rencana Anda.”

Orang melankolis sangat berhati-hati, teliti, dan suka curiga. Mereka tidak senang membuat kesalahan. Misalnya, mereka selalu memeriksa hasil fotokopi yang mereka dapatkan sebab khawatir hasil fotokopinya tidak sama dengan aslinya. Maksudnya, mereka sangat berhati-hati sekali dan penuh perhitungan dalam segala hal yang mereka lakukan. Bahkan, bila Anda memberikan pujian yang tulus pun mereka tetap akan berpikir bahwa Anda pasti mempunyai maksud tersembunyi di balik pujian Anda tadi.

Orang melankolis senang dengan detail. Mereka menyukai data, fakta, angka-angka, dan grafik. Semakin detail dan lengkap informasi yang mereka terima, semakin suka mereka jadinya. Apalagi yang berhubungan dengan angka, mereka sangat menyenanginya. Mereka akan menghitung untung ruginya dengan ketelitian yang sangat tinggi. Ini adalah satu kemampuan yang tidak dapat ditandingi oleh kepribadian-kepribadian lainnya. Mereka juga akan sangat banyak bertanya – tidak untuk menyelidiki Anda, tetapi lebih disebabkan oleh dorongan untuk bisa mendapatkan lebih banyak lagi data dari Anda.

Orang melankolis menuntut ”ikut aturan.” Mereka taat mengikuti instruksi dengan seksama dan tidak mengerti mengapa orang lain tidak bisa melakukan hal yang sama. Bagi mereka, semua orang sebaiknya melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan.

Dalam hal otoritas, sama seperti orang phlegmatis, orang melankolis memiliki sifat tidak suka mendesak dan tidak perlu menjadi pemimpin suatu kelompok. Tidak masalah bagi mereka untuk sekadar jadi pengikut asalkan mereka bisa senang dan tenang. Mereka senang berada di sekeliling orang yang ramah dan terbuka. Mereka tidak keberatan jika mereka tidak mendapat pujian atas apa yang telah mereka lakukan, tetapi mereka akan sangat marah bila Anda menyalahkan mereka atas kesalahan yang tidak mereka perbuat.

Orang melankolis senang menjadi benar – bukan karena mereka merasa lebih baik daripada orang lain, tetapi mereka hanya ingin menjadi benar, apalagi yang berhubungan dengan pekerjaan. Bagi mereka, ”setiap pekerjaan yang layak dilakukan, layak untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya.” Mereka merasa bahwa pekerjaan mereka akan mencerminkan siapa diri mereka. Oleh sebab itu, hasil kerjanya harus benar dan baik.

Orang melankolis juga sangat konsisten. Mereka hampir tidak pernah salah dalam menyampaikan detail suatu cerita. Sama seperti orang phlegmatis, orang melankolis senang mengerjakan sesuatu dengan cara yang sama. Prinsipnya, jika telah berhasil satu kali, mengapa harus mengubahnya ? Mereka lebih suka pekerjaan yang berulang-ulang dibandingkan dengan orang koleris dan sanguin yang senang dengan perubahan dan kejutan. Variasi bagi orang koleris dan sanguin adalah hal yang menyenangkan, tetapi akan menjadi hal yang berbahaya bagi orang melankolis. Orang melankolis lebih suka berpegang pada apa yang sudah mereka ketahui ( untuk amannya ) dan konsisten.

Sifat konsisten ini juga membuat orang melankolis cenderung menjadi conformist ( orang yang suka mengikuti apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang ), khususnya bila cara atau metode yang ingin digunakan telah terbukti berhasil dengan baik, maka mereka cenderung tidak mau menggunakan cara lain. Tetapi, sifat baiknya adalah mereka merasa bahwa mereka dapat memperbaiki suatu keadaan, maka mereka akan melakukan apa saja untuk memperbaiki atau meningkatkan keadaan itu. Orang melankolis selalu ingin meningkatkan kinerjanya.

Sebagai orang tua, orang melankolis biasanya adalah orang tua yang sangat baik karena mereka akan bersikap sangat konsisten terhadap anak-anaknya. Jumlah orang melankolis dalam masyarakat berkisar 20 % - 25 % dari total populasi.

Orang melankolis mempunyai perasaan yang halus. Mereka tidak mau menyinggung perasaan orang lain. Sebaliknya juga demikian, mereka tidak mau orang lain menyinggung perasaan mereka. Bila seseorang membuat mereka marah dan orang itu tidak meminta maaf, maka orang melankolis akan menyimpan kemarahan dan dendam mereka untuk waktu yang sangat lama.

Orang melankolis mempunyai kebutuhan mendasar berupa jawaban yang bermutu dan didukung dengan data-data yang lengkap dan akurat. Jika Anda memberikan jawaban kepada orang melankolis, Anda harus memberikan jawaban yang memiliki komponen yang bermutu. Jika tidak, mereka tidak akan menganggapnya sebagai sebuah jawaban. Misalnya, jika seorang melankolis bertanya kepada Anda, ” Kapan kita berangkat ?,” dia tidak ingin mendengar jawaban, ”Besok.” Dia lebih suka dengan jawaban, ”Kita akan berangkat besok jam 3 sore. Anda harus berkemas dan siap untuk dijemput jam 1.15. Anda bisa membawa dua koper dan satu tas tangan. Dengan demikian kita masih punya waktu 45 menit untuk sampai ke bandara dan 1 jam untuk melewati pemeriksaan dan sampai ke gerbang keberangkatan. Sampai bertemu besok jam 1.15.” Dan, meskipun Anda telah memberikan jawaban yang sangat detail seperti itu, mereka mungkin masih saja akan bertanya, ” Apakah kamu yakin waktu kita cukup ?”

Orang melankolis senang bila segala sesuatunya berada dalam kendali mereka sehingga mereka tahu apa yang sedang berlangsung. Dengan keyakinan bahwa mereka tahu apa yang mereka ketahui, dan jika mereka yakin bahwa mereka benar, maka tidak ada satupun yang dapat mengubah pikiran mereka.

Sebagai orang tua, orang melankolis akan menetapkan standar yang tinggi dan ingin segalanya dilakukan dengan benar dan sempurna. Mereka akan menjaga rumahnya agar selalu rapi.

Dalam pekerjaan, orang melankolis selalu berorientasi pada jadwal. Mereka melakukan standar yang tinggi dan bersfat perfeksionis. Mereka juga sangat terorganisir dan tertib. Mereka dapat memberikan pemecahan yang kreatif untuk suatu persoalan.

1. Kekuatan Pribadi Melankolis

Orang melankolis biasanya sangat berbakat dan sangat cerdas. Mereka selalu berpikir untuk mencari ide yang lebih baik. Mereka sering tumbuh dengan mengembangkan gagasan yang telah ada dan membuat gagasan itu menjadi lebih baik. Mereka memiliki insting dan bakat sebagai penemu.

Orang melankolis sangat analitis. Mereka tahu bagaimana mengerjakan suatu proyek dengan memecah proyek itu menjadi komponen-komponen yang lebih kecil. Sayangnya, mereka mengalami kesulitan untuk melihat ”gambar yang lebih besar” saat mereka bekerja dengan komponen-komponen kecil itu. Mereka sangat bagus dalam melakukan analisis ( melihat sesuatu secara mendetail ) tetapi sering buruk dalam melakukan sintesis ( melihat gambar keseluruhannya ).

Orang melankolis jarang salah. Mereka selalu melakukan pemeriksaan ulang untuk memastikan bahwa mereka benar. Namun, mereka cenderung sangat sensitif. Mereka akan tersinggung bila ada orang langsung menunjukkan kesalahan yang telah mereka lakukan.

Orang melankolis memiliki sifat perfeksionis. Mereka akan selalu memeriksa hasil fotokopi yang mereka peroleh karena khawatir hasil fotokopinya tidak sama dengan aslinya. Mereka suka dengan dokumentasi dan akurasi.

Orang melankolis sangat idealis. Mereka ingin yang terbaik, mencari yang terbaik, dan berusaha untuk mendapatkan yang terbaik. Mereka ingin segala hal di dunia ini berjalan sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Dan mereka berharap orang lain berpikiran sama seperti mereka.

Orang melankolis setia pada pandangan dan tradisi. Karena mereka sangat konsisten, mereka suka berada di zona kenyamanan yang sudah mereka kenal. Mereka akan setia selama mereka tahu detail ha-hal yang berhubungan dengan rencana yang akan mereka kerjakan. Jika mereka tidak tahu detail rencananya, maka hilang juga kesetiaan mereka.

Orang melankolis sangat kuat dalam memegang prinsip dan keyakinannya, tekun dalam mengejar cita-cita yang ingin mereka capai, dan mereka sangat rela berkorban. Mereka dengan tak kenal lelah untuk menghasilkan suatu pekerjaan yang baik. Mereka sangat berhasrat untuk memberikan hasil kerja yang baik dan maksimal walaupun itu berarti mereka harus bekerja keras dan memakan waktu lama. Mereka biasanya lebih mementingkan tugas yang harus mereka kerjakan daripada diri mereka sendiri. Orang melankolis itu sangat rapi. Bagi mereka, penampilan luar mencerminkan keadaan di dalam. Jadi, segala hal haruslah tersusun serapi mungkin.

2. Kelemahan Pribadi Melankolis

Orang melankolis sangat terpusat pada diri mereka sendiri. Ini karena mereka selalu benar – paling tidak mereka mengira mereka benar. Orang melankolis memang biasanya selalu benar dalam setiap keputusan yang mereka ambil, namun sayangnya, mereka akan memberitahu Anda bahwa mereka benar. Mereka juga sering kurang memiliki fleksibilitas dalam membangun suatu hubungan interpersonal yang hangat. Dengan kata lain, cara yang sekarang ini – dan sering merupakan satu-satunya cara yang bisa diambil ( menurut mereka ) – adalah cara yang terbaik.

Orang melankolis sering kali murung ( berubah-ubah temperamennya ). Terhadap lingkungannya, mereka lebih sering memberikan reaksi daripada respons. Jika mereka menemui tantangan atau hambatan atau cobaan, maka mereka cenderung cepat bereaksi secara negatif. Mereka akan tidak senang hati dan tidak bisa memberikan respons yang baik bila mereka dikatakan salah atau telah melakukan suatu kesalahan. Mereka memiliki hasrat yang besar untuk selalu benar. Ini adalah beban yang sangat berat untuk terus dibawa, tetapi orang melankolis mau membawa beban.

Mungkin aspek tersulit dalam hidup orang melankolis adalah cara mereka menghadapi cara mereka sendiri yang kritis dan negatif. Mereka bukannya mengendalikan, tetapi lebih sering dikontrol oleh sikap kritis dan negatif ini. Meskipun mereka sangat pintar dan punya banyak hal yang bisa disampaikan, mereka sering kali memojokkan diri mereka sendiri gara-gara memberikan rekomendasi atau komentar tanpa melihat situasi. Dengan kata lain, mereka dikenal dengan sebutan ”pencari kesalahan.” Mereka cenderung melihat hal-hal yang salah daripada hal-hal yang benar. Bila melihat gelas berisi air hanya separuhnya, mereka akan mengatakan bahwa gelas itu setengah kosong, dan bukan setengah penuh.

Orang melankolis punya banyak ide cemerlang yang bisa ditawarkan. Meskipun demikian, orang melankolis sering keliru membaca orang. Mereka tidak mengerti mengapa orang lain tidak bisa melihat nilai dan kebijaksanaan yang terkandung dalam ide atau pandangan mereka. Mereka tidak mengerti bahwa orang bukannya menolak ide mereka, sebenarnya orang menolak diri mereka. Orang melankolis memang hebat dengan segala pengetahuan yang dimilkinya. Namun, mengapa orang lain tidak mau mengakui hal itu ? Karena, orang tidak senang dengan seseorang yang kelihatannya ”tahu segala hal.”

Kelemahan lainnya adalah sifat mereka yang kaku. Aneh memang. Orang melankolis paling sulit memahami konsep suatu informasi. Ini tidak berarti bahwa mereka tidak sanggup mengolah informasi tersebut secara mental, tetapi mereka tidak percaya bahwa informasi itu berguna dan perlu. Di samping itu, mereka juga paling sulit mengerti mengapa orang lain tidak bisa melihat hal-hal tertentu seperti mereka melihat. Kekakuan dan ketakutan untuk menjadi salah atau berbuat salah ini mengakibatkan mereka tidak bisa melihat gambarnya secara keseluruhan. Mereka juga kadang kurang praktis. Sering kali sifat tidak praktis inilah yang membuat orang lain tidak mau mendengarkan mereka, walaupun sebenarnya mereka memilki ide yang sangat bagus. Mereka terlalu kaku dalam menerapkan idenya.

Orang melankolis juga suka berteori. Mereka suka sekali menjelaskan suatu keadaan berdasarkan teori yang mereka pegang. Dan mereka merasa bahwa teori mereka inilah yang paling benar.

Orang melankolis cenderung tidak suka bersosialisasi. Mereka merasa lebih damai dan bahagia dengan diri mereka sendiri.

Orang melankolis suka melindungi dirinya sendiri. Mereka tidak mau mengambil resiko karena ada kemungkinan mereka akan gagal. Sifat ini membuat mereka sangat segan mencoba hal-hal baru.

Orang melankolis juga sangat pendendam. Jika mereka ingin membalas perbuatan Anda, maka mereka bisa sangat sabar menunggu waktu yang tepat untuk melakukan pembalasan yang setimpal. Sangat sulit bagi orang melankolis untuk melakukan konsultasi atau terapi bagi persoalan pribadinya. Bagi orang melankolis, mereka tidak punya masalah – dan ini adalah masalah terbesar mereka. Tidak mudah bagi mereka untuk memaafkan orang yang pernah melakukan kesalahan pada mereka.

Wednesday, November 23, 2016

WASIAT BERHARGA UNTUK GURU


1. Hendaknya tidak mengambil cuti sakit ketika engkau tidak sakit, sehingga tidak menggabungkan dua maksiat : kebohongan dan makan harta haram.

2. Terimalah murid-murid Anda dengan segala kesalahan mereka, karena mereka bukan malaikat, bukan pula syaitan.
Tidak ada alasan untun lari dari meluruskan kesalahan-kesalahan itu karena Anda adalah murabbi (pendidik).

3. Tunjukkan rasa hormat Anda kepada murid yang ada di hadapan Anda dengan cara menerangkan keutamaan mereka sebagai penuntut ilmu, karena akan mendekatkan jarak dalam menuju hati mereka.

4. Ingatlah bahwa banyak di antara orang-orang besar menjadi besar lantaran satu kata dari seorang guru yang melejitkan mereka dan memantik cita-cita mereka hingga menggapai puncak. Jadilah Anda pencetak orang-orang besar..!

5. Perbagus cara interaksi Anda dengan para murid.
Tinggalkan kesan yang baik pada diri mereka.
Berapa banyak guru yang mendapat doa dari murid setelah bertahun-tahun terlewati, atau setelah berada di liang kubur.

6. Semua mata pelajaran dapat dikaitkan dengan ajaran-ajaran Agama. Tinggal bagaimana Anda mencari media yang tepat.

7. Setiap menit keterlambatan Anda dalam memulai pelajaran atau keluar sebelum waktu selesai, adalah hak murid, ia akan mengambilnya pada hari penghitungan amal.

8. Berapa banyak guru yang menjadi sebab lurusnya arah berpikir kaum muda sehingga ia mendapatkan doa-doa tulus dan kebaikan yg mengalir.

9. Di depan Anda ada generasi. Bangkitkan jiwa mereka, ajarkan cinta kepada ilmu, dan bangunkan semangat. Karena akan menjadi kebaikan untuk ummat.

10. Rasa takut murid Anda terhadap Anda bukanlah pertanda keberhasilan dan keterampilan Anda dlm menegakkan kedisiplinan.
Itu hanya pertanda bahwa Anda gagal dalam memerankan pendidikan.
Pendidikan itu membawa ketegasan dan kasih sayang bukan menakut-nakuti.

11. Syekh Utsaimin rahimahulloh membedakan antara pulpen inventaris kantor dan pulpen pribadi, karena takut makan barang haram. Lantas bagaimana dengan orang yang menghalalkan sesuatu yang lebih berharga daripada tinta?
Yaitu waktu!

12. Ingatlah bahwa anda mempunyai anak yang diajar oleh guru-guru seperti Anda.
Maka berbuat baiklah kepada anak orang niscaya Allah akan menyiapkan bagi anak Anda, guru-guru yang akan berbuat baik kepada mereka. "Balasan sesuai dg amal perbuatan."

13. Ikhlaskan niat utk Allah.
Karena sesungguhnya Anda sedang melakukan tugas para Nabi.
----
Semoga jd nasehat utk terutama saya pribadiiiiii juga para pejuang Pendidikan...

🌸🌸🌾☘🌾☘🌾☘🌾☘🌾☘

Welcome..Home, nak!

Berapa anakmu?

3? 2? 1? Berapa yang sekolah?. Apa yang engkau lakukan ketika menerima mereka sepulang sekolah?

Peluk? Sapa? Mengingatkan serentetan peraturan? Mulai dari taroh sepatu di tempatnya sampai, jangan lupa kerjain pe-ernya?

Berapa menit mereka boleh beristirahat sekenanya? Masih pake seragam sekolah? Atau seragam harus sudah masuk ke tempat cucian kotor? Berapa menit? 10? 20? 30?

Pertanyaannya, berapa menit ibu sanggup tahan melihat mereka belum ganti baju dan berleyeh-leyeh baik di kamar ataupun ruangan lainnya?

Apakah mereka sempat ibu tanya?
Mungkin nanti pas makan malam..tentang bagaimana harinya? Bagaimana teman baiknya? Siapa yang menyebalkan? Susah nggak ujian? Perhatikan jawabannya, Ikut antusias pada ceritanya?

Boleh nggak menahan bertanya, berapa nilai ujian kemaren? Tadi pas tes hafalan, bisa nggak? Atau berkomentar tentang hal negatif yang terjadi hari ini. Bisa nggak?

Terdengar familiar?

Ya itulah kebanyakan dari kita. Termasuk juga saya, yang tidak luput dari 'terpeleset' kembali ke metode 'interview' jaman dahulu kala.

Kalau ibu-ibu NGGAK PERNAH mengalami hal diatas.., Masha Allah Tabarakallah! Ibu super hebat.

Anak zaman sekarang, nggak bisa pake metode lama. Perduli hanya pada nilai test aja, kenapa sekian bisa salah, tapi lupa pada jumlah betulnya. Mengingatkan rutinitas dan peraturan, tapi lupa merasakan, bagaimana rasanya menjadi tubuh kecil yang lelah.. Sekolah dari pagi sampai ashar terkadangnya, belum lagi persiapan sekolah itu. Dari bangun sampai rapi menjelang berangkat. Dan pulang? Bersama dengan tas yang super berat.. Berisi pe-er dan tugasan yang tidak kalah beratnya.

Mari berandai sejenak... andai anak itu kita. Maukah diperlakukan demikian? Begitu melangkah masuk ke halaman rumah, sudah disapa dengan.. "Ayoo.. Sepatunya ditaroh di tempatnya, jangan lupa ganti baju...bla..bla..bla"...

"HHhhhhhh, lelahnyaaa! Blm sampe aja disambut sama rentetan perintah. Belum juga kelihatan mukanya. Nanya apa kek, senyum kek.. Jangan2.. Malah nanya tentang nilai test hari ini??"
Begitu kira-kira?

Istighfar

Saya tahu ibu-ibu semua, lelah. Capek. Sudah seharian berjibaku dengan rutinitas yang itu-itu saja, dan sepertinya tidak habis-habisnya. Iya, faham. Ngak perlu lah dapat kerjaan tambahan, nyusun sepatu dan mungut baju seragam yang bau asem yg bertebaran dimana-mana itu. Ya kan??
Cucian piring aja belum selesai semua. 😭

Tapi, sebentar! Sebentar ajaa...
Tarik nafas. Jadilah mereka. Rasakanlah bagaimana lelahnya tubuh kecilnya. Menggendong buku yg banyak, dan beban pelajaran yg diterima hari ini. Belum lagi setumpuk pe-er yg sudah menghantui.
Berhentilah sebentar. Tarik nafas. Atur diri. Senyuuummm... Siapkan posisi pelukan, jongkok.. Biar tingginya sama... Peluk eraaaattt, hujani dengan ciuman... Sapa dengan bilang "mamaaa kangeeen sekali sama (nama) hari ini, bagaimana harimu nak?"

Tanya

Belum tentu ia mau jawab. Ia lelah. Tapi yang pasti, ia akan tersenyum menerima semuaaa perlakuan hangat penuh cinta tersebut!

Nggak percaya?! Cobalah?

Wagu? Aneh? Canggung?
Ah, itu kan karena belum terbiasa
Ala bisa karena biasa...

Bagi yang sudah melakukan ini semuaa.. Alhamdulillah!
Bagi yg belum, yuk kita coba! Dan lihat perbedaannya!

Bagi yang masih suka 'terpeleset' seperti saya, banyak -banyak istighfar dan coba lagi aja 😄. Sampai terbiasa.

Insha Allah kita bisa!
Semangaat 💪🏼💪🏼💪🏼

Untuk para ayah, kalau mau sampe rumah, kami tahu engkau lelah, tarik nafas dan jangan lupa, siapkan senyum terindah, karena buat sang buah hati, ketika ayah pulang ke rumah, mereka sambut bagaikan superhero yang paling ternama.

Insha Allah kita bisa. Demi sang buah hati.
Bukankah jika kita tua nanti, begitu pula sambutan yang kita harapkan dari mereka nanti??

Senyum. Pelukan. Tanyakan.. Bagaimana harimu hari ini nak?

❤❤❤

Tuesday, November 22, 2016

ULAMA-KU DAN ULAMA-MU


Perspektifmu tentang sosok ulama itu apakah sama denganku?

Kau menganggap ulama itu orang yang hanya bermodal hafalan sepotong-sepotong ayat al-Quran dan Hadits, lalu disampaikannya ke publik dengan berbagai macam asesoris pakaiannya yang menyamai orang Arab, dan mudah mengumbar kata-kata kasar hingga seluruh binatang yang tak bersalah apa-apa dibawa-bawa namanya. Atau kalau bukan yang seperti itu, kau mengira ulama itu adalah orang yang bicaranya santun, lembut, banyak sedekahnya, akan tetapi dalam kesantunannya, dalam kelembutannya terdapat banyak duri yang kerap melukai perasaan orang lain yang tak bersalah tanpa dapat kau mengerti karena begitu lihainya ia menyembunyikan duri di balik kelembutan dan kesantunannya. Dalam sedekahnya terdapat banyak kas negara yang telah diambilnya dari para pencoleng yang ingin berlindung di bawah nama besarnya.

Ulama dalam pikiranku dan yang selalu ku puja dari dalam hatiku yang sepi itu, bukanlah ulama yang seperti itu. Ulama yang aku cintai, sayangi dan kagumi adalah ulama-ulama yang sederhana. Ia hafal berbagai ayat al-Quran, Hadits dan memahami arti sunnah Nabi tetapi tak pernah membubuhkan Kyai Haji di depan namanya. Ulama yang karena keprihatinannya pada keadaan perekonomian umat yang banyak mengalami kesusahan, ia tak pernah memamerkan kekayaannya. Ulama yang meski luas wawasan keilmuannya ia tak pernah mudah menyesatkan orang lain yang tak sehaluan dengan pandangannya. Ulama yang meski tampan wajahnya tak pernah menggandakan istrinya. Ulama yang meski sudah sepuh dan mengerti benar persoalan berbagai zaman tapi tak pernah merasa mengerti dan memahami semua persoalan yang dihadapinya. Ulama yang diam tanpa bicara sepatah kata meski kaum pandir berbicara di depan lautan massa dan mengklaim sebagai ulama seperti dirinya dan para ulama lain pendahulunya.

Ulamamu bukanlah ulamaku. Ulamamu mengendarai mobil Pajero Sport atau Alphard keluaran terbaru lengkap dengan para pengawalnya, tetapi ulamaku masih tetap hidup sederhana, berjalan kaki memakai tongkat tanpa pengawalan, atau hanya bersepeda meski para pengikutnya terdiri dari orang-orang yang menguasai negara hingga para tukang tambal ban di tepi jalan raya. Ulama yang tertunduk sambil membaca doa untuk para pencemoohnya. Ulama yang meredam amarah kaum beriman yang dibutakan oleh kesalah pahaman syakwasangkanya. Ulama yang tetap setia hormat pada sang saka merah putih, yang menerima dengan ikhlas, lapang dada pada Pancasila dan Konstitusi Negara meski seluruh ayat al-Quran dan ribuan Hadits dihafalnya.

Ulama yang menghormati Umara (Pejabat Pemerintahan) meski mungkin ia dahulu tak memilihnya. Ulama yang tidak memanggilmu dengan Antum, Akhie, atau menyebut dirinya sendiri dengan Ana, tetapi memanggilmu dengan Sampeyan, Panjenengan, Anjeun, Kau dan menyebut dirinya sendiri dengan Saya, Aku, Kulo, Abdi dll.nya meski Bahasa Arab telah dikuasainya. Ulama yang bangga dengan Tanah Airnya dan mencintai bangsanya beserta budaya, adat, suku, bahasa dan keaneka ragaman lainnya hingga ia tak pernah sudi mengemis ke Saudi Arabiah, untuk menerima bantuan dengan alasan menyelamatkan aqidah dengan cara menyesatkan, bahkan tega membakar rumah dan sarana ibadah saudara seagamanya sendiri yang telah dianggapnya Syiah. Ulama yang tetap rendah hati tak mau mencalonkan diri sebagai Presiden saat menjelang Pilpres, atau mencalonkan diri sebagai Gubernur, Bupati atau Walikota saat menjelang Pilkada meski para pengikutnya berjuta-juta. Itulah ulamaku yang ku kagumi dan ku puji dalam keheningan hari-hariku.

Wallahu a'lamu bissawab..

Ketika Murid Tidak Sesuai Harapan


Ada satu kisah dari Waliyulloh Agung dari Pasuruan, Kiai Hamid, tentang bagaimana seharusnya seorang guru menghadapi murid yang tidak sesuai dengan harapannya.

Suatu hari di sekitar tahun 60-an, salah seorang santri beliau yang menjadi pimpinan GP Ansor Cabang Pasuruan nyaris putus asa dalam kaderisasi di ranting-ranting. Pasalnya, dari 100 lulusan pelatihan, paling hanya ada 3-5 orang kader saja yg betul-betul bisa diandalkan. Dalam kegalauannya ini, si santri memutuskan sowan pada Kiai Hamid dahulu untuk konsultasi.

Saat dia sowan, sembari menunjuk pada pohon-pohon kelapa yang berbanjar di pekarangan rumah, Kiai Hamid berkata panjang lebar.

"Aku menanam pohon ini, yang aku butuhkan itu buah kelapanya. Ternyata yang keluar pertama kali malah blarak, bukan kelapa. Setelah itu glugu, baru setelah beberapa waktu keluar mancung. Mancung pecah, nongol manggar, yang (sebagian rontok lalu sisanya) kemudian jadi bluluk, terus (banyak yang rontok juga dan sisanya) jadi cengkir, terus (sebagian lagi) jadi degan, baru kemudian jadi kelapa. Lho setelah jadi kelapa pun masih ada saput, batok, kulit tipis (yang semua itu bukan yg saya butuhkan tadi). Lantas, ketika mau diambil santannya, masih harus diparut kemudian diperas. Yang jadi santan tinggal sedikit. Lha itu sunnatulloh. Lha yang 95 orang kader itu, carilah, jadi apa dia. Glugu bisa dipakai untuk perkakas rumah, blarak untuk ketupat."

Kalau inginnya mencetak orang 'alim, tidak bisa diharapkan bahwa semua murid di kelas itu bakal jadi 'alim semua. Pasti ada seleksi alam, akan ada proses pengerucutan. Meski begitu, bukan berarti pendidikan itu gagal. Katakanlah yang jadi hanya 5 %, tapi yang lain bukan lantas terbuang percuma. Yang lain tetap berguna, tapi untuk fungsi lain, untuk peran lain.

_Dari buku Percik-percik Keteladanan Kiai Hamid Pasuruan_

Semoga bermanfaat

Friday, November 18, 2016

Genre Approaches and Examples of Text (for SMA/MA) Part 3

NARRATIVE
Purpose: To amuse/entertain the readers and to tell a story

Generic Structure:
1. Orientation
2. Complication
3. Resolution
4. Reorientation

Dominant Language Features:
1. Using Past Tense
2. Using action verb
3. Chronologically arranged


THE EXAMPLES OF NARRATIVE TEXT

1. Romeo and Juliet's Romantic and Tragic Story

 

In the town of Verona there lived two families, the Capulets and the Montagues. They engaged in a bitter feud. Among the Montagues was Romeo, a hot-blooded young man with an eye for the ladies. One day, Romeo attended the feast of the Capulets', a costume party where he expected to meet his love, Rosaline, a haughty beauty from a well-to-do family. Once there, however, Romeo's eyes felt upon Juliet, and he thought of Rosaline no more.

The vision of Juliet had been invading his every thought. Unable to sleep, Romeo returned late that night to the Juliet's bedroom window. There, he was surprised to find Juliet on the balcony, professing her love for him and wishing that he were not a "Montague", a name behind his own. "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet." Romeo was ready to deny his name and professed his love. The two agreed to meet at nine o-clock the next morning to be married.

Early the next morning, Romeo came to Friar Lawrence begging the friar to marry him to Juliet. The Friar performed the ceremony, praying that the union might someday put an end to the feud between the two families. He advised Romeo kept the marriage a secret for a time.

On the way home, Romeo chanced upon his friend Mercutio arguing with Tybalt, a member of the Capulet clan. That qurreling last caused Merquito died. Romeo was reluctant no longer. He drew his sword and slew Tybalt died. Romeo realized he had made a terrible mistake. Then Friar Lawrence advised Romeo to travel to Mantua until things cool down. He promised to inform Juliet.

In the other hand, Juliet's father had decided the time for her to marry with Paris. Juliet consulted Friar Lawrence and made a plot to take a sleeping potion for Juliet which would simulate death for three days. The plot proceeded according to the plan. Juliet was sleeping in death.

Unfortunately, The Friar's letter failed to reach Romeo. Under the cover of darkness, he broke into Juliet's tomb. Romeo kissed the lips of his Juliet one last time and drank the poison. Meanwhile, the effects of the sleeping potion wear off. Juliet woke up calling for Romeo. She found her love next to her but was lying dead, with a cup of poison in his hand. She tried to kiss the poison from his lips, but failed. Then Juliet put out his dagger and plunged it into her breast. She died

Note: Romeo and Juliet is a famous play by William Shakespeare. This example of narrative text about romantic and tragic story was written and simplified from love-story.com



Arabian Story

 

2. Queen of Arabia and Three Sheiks

Maura, who like to be thought of as the most beautiful and powerful queen of Arabia, had many suitors. One by one she discarded them, until her list was reduced to just three sheiks. The three sheiks were all equally young and handsome. They were also rich and strong. It was very hard to decide who would be the best of them.

One evening, Maura disguised herself and went to the camp of the three sheiks. As they were about to have dinner, Maura asked them for something to eat. The first gave her some left over food. The second Sheik gave her some unappetizing camel’s tail. The third sheik, who was called Hakim, offered her some of the most tender and tasty meat. After dinner, the disguised queen left the sheik’s camp.

The following day, the queen invited the three sheiks to dinner at her palace. She ordered her servant to give each one exactly what they had given her the evening before. Hakim, who received a plate of delicious meat, refused to eat it if the other two sheiks could not share it with him.

This Sheik Hakim’s act finally convinced Queen Maura that he was the man for her. “Without question, Hakim is the most generous of you” she announced her choice to the sheiks. “So it is Hakim I will marry”.

Narrative Complication in Generic Structure

The above example of narrative text tells a story which can amuse the reader. Amusing and entertaining are the power of narrative text to attract the reader. Reader will tend to follow the whole story.
As it is said many times that the heart of narrative text is the existence of the complication. It will drive the plot of the story to keep amusing. The existence of conflict inside the Queen Maura is what builds the story keep running. The psychological conflict inside Maura, which she strike against herself, is arousing the readers attention to continue reading the story. They want to know what next will happen, who will be chosen by Queen Maura, in what way she will decide who is the best. Keeping knowing them really entertaining as well increasing the moral value added.

Orientation: the text introduce the Queen Maura and three sheiks in Arabia once time.
Complication: Queen Maura find out that it was very difficult to choose one as the best among them
Resolution: finally Queen Maura has a convincing way to choose one and he is Sheik Hakim


*************************************


RECOUNT
Purpose: to retell something that happened in the past and to tell a series of past event

Generic Structure:
1. Orientation
2. Event(s)
3. Reorientation

Dominant Language Features:
1. Using Past Tense
2. Using action verb
3. Using adjectives

Narrative and recount in some ways are similar. Both are telling something in the past so narrative and recount usually apply PAST TENSE; whether Simple Past Tense, Simple Past Continuous Tense, or Past Perfect Tense. The ways narrative and recount told are in chronological order using time or place. Commonly narrative text is found in story book; myth, fable, folklore, etc while recount text is found in biography.
The thing that makes narrative and recount different is the structure in which they are constructed. Narrative uses conflicts among the participants whether natural conflict, social conflict or psychological conflict. In some ways narrative text combines all these conflicts. In the contrary, we do not find these conflicts inside recount text. Recount applies series of event as the basic structure


THE EXAMPLE OF RECOUNT TEXT

1. My Adventure at Leang-Leang Cave

On Sunday, my parents, my best fruend Novi, and I visited a cave at Maros called Leang-leang . It was my first time to visit the cave, better yet, my best friend came to visit it with me!
The cave was famous for its primitive cave wall paintings which were some hand prints and wild boar paintings. The cave and its surroundings was turned into a national park, so it was taken care of. My parents took a rest in a small hut for visitors of the park, while Novi and I adventured around the cave with a guide. We had to climb some metal stairs to get to the cave, because the cave was embedded into a small mountain. Next stop was a place where some seashells littered the ground and some were actually piled into a big mound! The guide said that these piles of seashells are called kjokkenmoddinger, or kitchen trash. The humans who lived here ate the shells and dumped the left overs in their 'kitchen'. The last place was a small museum where they have skeletons of the humans who lived in the caves. The skeletons along with some roughly made jewelry and weapons were placed inside glass cases for display. The walls of the museum were adorned with photographs taken when they did an excavation there.
After a quick lunch with Novi and my parents, we decided it was time to go back home. We really had the time of our lives!


*************************************


SPOOF
Purpose: to tell an event with a humorous twist and entertain the readers

Generic Structure:
1. Orientation
2. Event(s)
3. Twist

Dominant Language Features:
1. Using Past Tense
2. Using action verb
3. Using adverb
4. Chronologically arranged



Example of Spoof Text in Funny Story

The Zoo Job Story

One day a clown was visiting the zoo and attempted to earn some money by making a street performance. He acted and mimed perfectly some animal acts. As soon as he started to drive a crowd, a zoo keeper grabbed him and dragged him into his office. The zoo keeper explained to the clown that the zoo's most popular gorilla had died suddenly and the keeper was fear that attendance at the zoo would fall off. So he offered the clown a job to dress up as the gorilla until the zoo could get another one. The clown accepted this great opportunity.

So the next morning the clown put on the gorilla suit and entered the cage before the crowd came. He felt that it was a great job. He could sleep all he wanted, played and made fun of people and he drove bigger crowds than he ever did as a clown. He pretended the gorilla successfully.

However, eventually the crowds were tired of him for just swinging on tires. He began to notice that the people were paying more attention to the lion in the next cage. Not wanting to lose the attention of his audience, he decided to make a spectacular performance. He climbed to the top of his cage, crawled across a partition, and dangled from the top to the lion's cage. Of course, this made the lion furious, but the crowd people loved it.

At the end of the day the zoo keeper came and gave him a raise for being such a good attraction. Well, this went on for some time, he kept taunting the lion, the audience crowd grew a larger, and his salary kept going up. Then one terrible day happened. When he was dangling over the furious lion, he slipped and fell into the lion cage. The clown was really in big terrible situation. He was terrified.

Sooner the lion gathered itself and prepared to pounce. The clown was so scared. He could do nothing and he began to run round and round the cage with the lion close and closer behind. Finally, the lion could catch him. The clown started screaming and yelling, "Help me, help me!", but the lion was quick and pounces. The clown soon found himself flat on his back looking up at the angry lion and suddenly he heard a voice from the lion’s mouth;"Shut up you idiot! Do you want to get us both fired?".

(Re-written and simplified from www.onlyfunnystories.com)




*************************************


REVIEW
Purpose: to critique or evaluate an art work or event for a public audience

Dominant Generic Structure:
1. Orientation
2. Evaluation
3. Interpretative Recount
4. Evaluation
5. Evaluative Summation

Dominant Language features:
1. Focus on specific participants
2. Using adjectives
3. Using long and complex clauses
4. Using metaphor


EXAMPLE OF REVIEW TEXT

review film Harry Potter and the Deathly Hallows Part 2:

Title                  : Harry Potter and the Deathly Hallows Part 2
Production year     : 2011
Country              : Rest of the world
Runtime             : 130 mins
Directors             : David Yates
Cast     :
- Alan Rickman
- Billy Nighy
- Daniel Radcliffe
- Emma Thompson
- Emma Watson
- Gary Oldman
- Helena Bonham Carter
- Maggie Smith
- Michael Gambon
- Ralph Fiennes
- Rupert Grint

Details: 2011, Rest of the world, Cert 12A, 130 mins, Dir: David Yates

With: Alan Rickman, Billy Nighy, Daniel Radcliffe, Emma Thompson, Emma Watson, Gary Oldman, Helena Bonham Carter, Maggie Smith, Michael Gambon, Ralph Fiennes, Rupert Grint

Summary: Harry, Ron, and Hermione go back to Hogwarts to find and destroy Voldemort's final horcruxes

"It all ends," says the poster slogan. A potentially grim statement of the obvious, of course, yet the Potter saga could hardly have ended on a better note. With one miraculous flourish of its wand, the franchise has restored the essential magic to the Potter legend – which had been starting to sag and drift in recent movies – zapping us all with a cracking final chapter, which looks far superior to CS Lewis's The Last Battle or JRR Tolkien's The Return of the King. It's dramatically satisfying, spectacular and terrifically exciting, easily justifying the decision to split the last book into two.

Here is where the Harry Potter series gets its groove back, with a final confrontation between Voldemort (Ralph Fiennes) and our young hero, and with the sensational revelation of Harry's destiny, which Dumbledore had been keeping secret from him. When stout-hearted young Neville Longbottom (a scene-stealer from Matthew Lewis) steps forward to denounce the dark lord in the final courtyard scene, I was on the edge of my seat. And when, in that final "coda", the middle-age Harry Potter gently hugs his little boy before sending him off for his first term at Hogwarts – well, what can I say? I think I must have had something in my eye.

The colossal achievement of this series really is something to wonder at. The Harry Potter movies showed us their characters growing older in real time: unlike Just William or Bart Simpson, Daniel Radcliffe's Harry was going to grow up like a normal person and never before has any film – or any book – brought home to me how terribly brief childhood is. The Potter movies weren't just an adaptation of a series of books, but a living, evolving collaborative phenomenon between page and screen. The first movie, Philosopher's Stone, came out in 2001, when JK Rowling was working on the fifth book, Order of the Phoenix, and when no one – perhaps not even the author herself – knew precisely how it was going to end. The movies developed just behind the books, and it's surely impossible to read them without being influenced by the films. This is most true for Robbie Coltrane's endlessly lovable, definitive performance as Hagrid.

In this final episode, Harry (Radcliffe), Hermione (Emma Watson) and Ron (Rupert Grint) continue their battle to find and destroy the "horcruxes" that the sinister Voldemort needs so he can stay alive for all eternity: these are objects in which the fragments of souls are trapped and whose vital, spiritual force Voldemort, that hateful parasite, can siphon off for his own ends. Harry and his friends track down these horcruxes, but the last one is a puzzle. As the forces of good assemble at Hogwarts for the final showdown with Voldemort and his hordes, Harry knows only that the most vital horcrux is actually in the castle, very close at hand.

There are some superb set-piece scenes – and now the plot has so much more zing, these scenes have a power that comparable moments in earlier movies did not have. When Harry, Ron and Hermione insinuate themselves into Gringotts Bank to steal the sword of Gryffindor, the effect is bizarre, surreal and macabre: drawing on the influence of Lewis Carroll and Terry Gilliam. It is a great moment when Severus Snape, played with magnificently adenoidal disdain by Alan Rickman, is attacked by Voldemort's snake Nagini, and we witness this only from behind a frosted glass screen – a nice touch from director David Yates. London-dwelling Potter fans will, as before, be intrigued to see how the ornate St Pancras railway station is used to represent King's Cross, from where the Hogwarts train traditionally departs. Millions of tourists are undoubtedly convinced that this building is, in fact, King's Cross. It may be forced simply to change its name.

We get passionate, but somehow touchingly innocent screen kisses between Harry and Ginny (Bonnie Wright) and, of course, between Ron and Hermione. In the midst of the battle, Neville declares that he is going to find Luna (Evanna Lynch) for a snog: "I'm mad about her! About time I told her, since we're both probably going to be dead by dawn!" But these love stories are always subordinate to the all-important battle between good and evil.

The crucial moment of the film is where, I admit, I have a quibble: it is gripping and even moving when Harry realises what his destiny is, and sets out to fulfil it. Yet the exact rationale for his ultimate survival may be a little obscure, and perhaps even Potter-diehards may suspect that in the film there is a touch of having your cake and eating it. Well, no matter. This is such an entertaining, beguiling, charming and exciting picture. It reminded me of the thrill I felt on seeing the very first one, 10 years ago. And Radcliffe's Harry Potter has emerged as a complex, confident, vulnerable, courageous character – most likable, sadly, at the point where we must leave him for ever. Wait. I've got that darn thing in my eye again...

Source: www.guardian.co.uk


*************************************

ANECDOTE
Purpose: to share with others an account of an unusual or amusing incident

Generic Structure:
1. Abstract
2. Orientation
3. Crisis
4. Reaction
5. Coda.

Dominant Language Features:
1. Using exclamations, rhetorical question or intensifiers
2. Using material process
3. Using temporal conjunctions



How we judge stories

Posted by Shawn Callahan - 1/11/11
Filed in Anecdotes, Business storytelling.



I found myself watching parliamentary question time today on TV (OK, I was tired. I did yoga for the first time last night). There were lots of questions about when exactly did the leaders of the government and the opposition knows about Qantas CEO's, Alan Joyce, decision to ground his airline. It was a heated debate. (BTW, why can't anyone speak normally in parliament? Everything is said in staccato, like a basketball coach shouting instructions to his team mid-game). Anyway, Anthony Albanese, the transport minister, steps up to the dispatch box and tells a story about how he was at Sydney airport after the planes were grounded and how he met a distressed American couple who were unable to get home. Now, we'll have to check Hansard tomorrow morning for the exact wording but Mr. Albanese went on to say, "the woman was 43 weeks pregnant and needed to get home."
Sheenagh and I looked at each other and said, "43 weeks pregnant! What is she doing flying at 43 weeks? How is she 43 weeks pregnant? Maybe she's an elephant (OK that was too harsh)." Gales of laughter float around our house. I note on the Qantas website this policy about flights over 4 hours, "For routine pregnancies, you can travel up to the end of the 36th week for single pregnancies and the end of the 32nd week for multiple pregnancies (e.g. twins)."
Mr. Albanese's story failed the plausibility test.
Whenever we listen to a story we instinctively match the experience we're hearing with our own experience and if there's a significant mismatch the story's, and the storyteller's, credibility crumbles, no matter how true the event. 
The plausibility test occurs as the story unfolds but we have another test we unconsciously make before the story hardly gets started: the relevance test.
Especially in business settings where everyone is pressed for time (That's what people say. I'm not convinced), if we know a story is about to be told we want to know there's a good chance it'll be relevant. To help the listener judge the potential relevance of a story we often pretend a short statement suggesting, or simply stating, the point of the story. 
"The Qantas grounding was causing incredible distress for people. It was a good thing the government stepped in. I was in Sydney airport on Sunday ... [the pregnant woman story]" 
Sometime it just takes a slight slip up in facts to lose credibility with a story ... [The Anthony Albenese story of the 43-week pregnant woman]
With these two tests in mind business storytellers should be thinking of ways of conveying the relevance of their stories so they're afforded the air-time to recount their experiences. 
They also should be thinking how to increase the plausibility of their story. Facts matter. Details matter. Names of people and places help. But most importantly will your audience believe what you're saying. The best advice comes from the master screenwriter and director Quentin Tarantino in this scene from Reservoir Dogs, lovingly called The Commode Story. Be warned: do not click on this link if you are offended by intense cursing or your workmates in the adjoining cubicles might be offended. The Commode Story.