This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Laman

Friday, December 13, 2013

Potret Pendidikan di Madrasah

Salam Semua, 

Sebuah artikel menarik dari R Khasali t
entang potret pendidikan kita. Semoga bisa menjadi bahan perenungan dan mungkin inspirasi bagi pengambil kebijakan pendidikan. 

Regards,
Anik Zahroh


Benarkah Makin Berat, Makin Hebat? 
Thursday, 14 July 2011 

Sebagian besar pembaca mungkin dibesarkan dalam kultur ekonomi sulit, sehingga kaya berbagai peribahasa, seperti: hemat pangkal kaya dan rajin pangkal pandai. Kita bermain layang-layang,
menangkap belut,bermain bersama anak-anak kampong dengan tiada henti canda, tawa,dan keringat. 

Bagaimana anak-anak sekarang? Lahan kosong berganti menjadi kebun sawit atau perumahan mewah.Tak ada lagi lapangan badminton, arena bermain layang-layang dan air yang mengalir bening. Tapi anak-anak punya mainan baru, Facebook,Twitter, Online Games,
warung internet, dan bimbingan belajar. 

Pergaulan fisik diganti dunia maya, statistik, dan ilmu berhitung diganti kalkulator dan software.
Dulu kita hanya belajar sembilan mata pelajaran, sehingga masih banyak waktu untuk bermain. Bagaimana anakanak kita? Bukannya dikurangi, melainkan semakin hari yang dipaksakan masuk ke dalam otak anak-anak kita semakin banyak. 

Sementara di Selandia Baru dan banyak negara maju anakanak sekolah hanya mengambil enam mata pelajaran.
Ketika mereka menganut spirit The Power of Simplicitnya”,  kita justru tenggelam dalam spirit benang kusut, kalau terlalu mudah, tidak akan melahirkan kehebatanya. 

Bukan
hanya itu, di banyak negara, selain dirampingkan, mata ajar wajib juga dibatasi hanya dua, selebihnya dijadikan pilihan yang dikaitkan karier. Bagaimana di sini? Mata ajar yang banyak itu adalah mata ajar yang sacral, wajib diambil semuanya. Kesakralan itu sesungguhnya hanya semu, karena mata ajar agama disamakan dengan berhitung dan sejarah ala kita, yaitu ala hafal-hafalan. 

Ubah Cara Pandang 

Namun,
sewaktu saya bercerita bagaimana sekolah di Belanda, China, dan Selandia baru, ada juga orang tua yang protes. Mereka tak menginginkan sekolahnya dibuat lebih mudah.  “Sekolah itu memang harus sulit dan anak-anak harus berjuang. Saya dapat mengerti pandangan ini, karena anaknya termasuk cerdas, tuntas semua mata pelajaran dengan nilai tinggi.

Namun, saya kurang mengerti bagaimana orang tua rela menyita seluruh waktu masa muda anaknya hanya untuk
belajar. Mendidik bukanlah untuk melahirkan orang-orang yang tahu semua, tapi selalu bertanya,  “Saya harus melakukan apa?”. Ini adalah realita, semakin banyak ditemui orang tak bias bekerja dengan prioritas.

Saya juga kurang mengerti kalau pendidik kurang memahami bahwa talenta dan leadership merupakan kunci untuk mencapai keberhasilan hidup. Untuk  itulah, talenta harus diasah, diberi ruang, dan waktu agar ia tumbuh. Leadership maupun entrepreneurship diasah dari keseharian di luar bangku sekolah. Diuji dalam interaksi kehidupan. 

Tentu saya bertanya-tanya kalau pendidikan kita dibuat lebih ramping, apakah benar menjadi lebih baik.
Saya selalu teringat masa-masa memulai karier sebagai penguji di program S-3. Saat seorang tua, kandidat doktor diuji, yang mengajukan pertanyaan ada 13 orang hebat. Namanya juga orang hebat, pertanyaannya pasti sulit bagi seorang pemula. Tetapi semua penguji tidak puas, kandidat digoreng ke kiri, di-ongseng ke kanan hingga nyaris hangus. Di ruang rapat semua menyatakan tidak puas. Sebagai doktor muda yang baru kembali dari sekolah doktor, saya tak punya suara yang berarti. Saya hanya bertanya, Beginikah cara Bapak-Bapak menguji seorang calon doctor?”. Semua orang terdiam, dan saya pun terkejut dengan pertanyaan saya. Beberapa orang menatap tajam, karena mereka adalah mantan guru-guru saya dan terkenal di hadapan publik.Karena malu telah berkata- kata bodoh, saya teruskan saja berkata jujur. Saya katakan kita harus percaya diri. 

Ujian
dengan penguji sebanyak ini menunjukkan kita kurang pede. Lagi pula tak ada yang bisa lulus dengan ujian seperti ini. Semua dosen hanya marah-marah karena kepintarannya tak dimengerti orang lain, dan memberi saran yang saling bertentangan. Saya pun mengatakan,andaikan saya yang diuji di sini, saya berani jamin saya pun tidak akan lulus.

Pertanyaan
ujian terlalu luas.Di Amerika Serikat, kita hanya diuji oleh empat orang pembimbing, dan bila kita bingung, kita tidak dibantai, malah dibantu. Di SLTA negara-negara maju, jumlah mata ajar memang ramping, tetapi sejak remaja mereka sudah biasa membuat makalah dengan kedalaman referensi dan terbiasa bekerja dengan metode ilmiah.

Demikianlah
persekolahan kita. Bukannya disederhanakan,  justru dibuat menjadi lebih kompleks. Semua mata ajar kita anggap sakral. Buku ditambah. Subjek ditambah. Guru juga ditambah. Saya kadang tak habis berpikir, bagaimana kita bisa menghasilkan kehebatan dari keribetan ini. 

Saya tentu tak akan protes kalau dengan sekolah yang ditempa kesulitan ini, kita bisa pergi ke bulan.
Fakta menunjukkan sebaliknya. Tidakkah kita bertanya, jangan-jangan ada yang tidak beres dengan kurikulum persekolahan kita? Saya juga bertanya-tanya, akankah anak-anak dididik dengan baik kalau hanya belajar enam mata pelajaran seperti di Selandia Baru, Denmark, atau negara-negara industry lainnya? 

Namun, fakta yang saya temui ternyata pendidikan yang hanya fokus pada enam mata pelajaran itu menempatkan pendidikan Selandia
Baru terbaik keenam di dunia. Rasanya di sana  juga tak ada siswa yang kesurupan saat ujian, apalagi contekan massal. Perlukah kita meremajakan cara berpikir kita?

By: RHENALD KASALI, Ketua Program MM UI



Persoalan seperti ini juga pernah saya tulis, yang intinya sekolah dinegara kita terlalu banyak mata pelajarannya, apalagi untuk madrasah, terutama yang berada dilingkungan pesantren, e.g. MTsN Tambakberas Jombang. Kalau kita bandingkan dengan Negara-negara lain yang rata-rata mengambil 6 mata pelajaran. Terlalu komplek masalahnya kalau kita masih bertahan di banyak mata pelajaran yang kita ajarkan disekolah. Saya juga sedih melihat siswa-siswa dan anak saya sendiri yang dijejali dengan banyak mata pelajaran dan tugas. Padahal tidak semuanya punya talenta di semua mata pelajaran. Saya jadi ingat cerita anekdot tentang pembelajaran, ceritanya seperti ini...

Dalam sebuah kelas binatang terdiri dari seekor harimau, monyet, kijang, buaya, gajah; semua binatang wajib mempelajari semua mata pelajaran yang diajarkan. Pada pelajaran menangkap mangsa hanya harimau saja nilainya yang tuntas dan termasuk tinggi, sedangkan monyet dan kijang nilainya jauh di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), buaya dibatas tuntas dan  gajah tuntas setelah diremidi. Kemudian pada pelajaran memanjat pohon, hanya
monyet saja nilainya tuntas jauh diatas semuanya,
harimau dibatas tuntas, buaya dan gajah tidak pernah tuntas, dan seterusnya pada mata pelajaran berlari, berenang, mengangkat banda berat. Kesimpulannya banyak binatang yang tidak tuntas pada mata pelajarannya, karena semuanya wajib mempelajarinya. Ini hanya cerita anekdot gambaran tentang pembelajaran.

Kembali pada persoalan terlalu banyaknya pelajaran yg di ajarkan di sekolah akan menimbulkan banyak permasalahn pendidikan: seperti terlalu dangkal yg di pelajari, tidak sempat membuat siswa berfikir kritis dan analitis, siswa hanya cenderung dengan hafalan saja. Tidak ada kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kreatifitas dan aktifitas dirinya. Ada beberapa siswa mengeluhkan, rasanya tidak cukup waktu 24 jam yang disedikan untuk mengerjakan tugas dan pembelajaran di sekolah.
Intinya kalau memang ada kebijakan mengurangi mata pelajaran disekolah, maka saya akan mendukungnya. Tapi lama belajar di sekolah tetap, hanya pengurangan beban mata pelajaan yg terlalu banyak, agar tiap mata pelajaran dapat memperdalam pelajarannya dan berguna bagi siswa sesuai dengan kemampuan, minat dan bakatnya masing-masing, tidak mengambil seluruh mata pelajaran yang tidak pernah bisa di kuasainya.

Tulisan ini saya buat karena rasa prihatin saya pada beberapa siswa ditempat saya mengajar yang tidak bisa mengikuti UAS (Ulangan Akhir Semester) karena belum tuntas menghafalkan tahassus (hafalan juz amma, baca kitab, dan bacaan-bacaan ibadah). Jika setiap siswa dituntut untuk bisa menguasai begitu banyak pelajaran, namun mereka tidak mampu, lalu apa yang akan didapatkan oleh mereka selama dalam pembelajaran (baca: output siswa). Bagaimanakah dengan realisasi kurikulum 2013 nanti?


Semoga tulisan ini bisa dijadikan bahan muhasabah bagi para pendidik dan pemerhati pendidikan...

Saturday, December 7, 2013

Grammatically Speaking

Grammatically Speaking...


It is one of the great media to study English I have ever found. Hopefully it can be the useful way for you to study English, especially for my students. Now, I wanna show you that English is fun.

Have a joyful learning...

KAMU PIKIR KAMU MIKIR


kamu pikir kamu itu mikir.
kalimat syahadat itu persaksian, gak main-main.
nyanyian itu selingan, hiburan dan goyangan.
lha kok syahadat kamu buat nyanyian.

kamu pikir kamu itu mikir.

adzan itu panggilan Allah, yang memberimu rizki.
agar shalat berjamaah di masjid kamu ikuti.
lha kok kamu bilang ‘nanti saja shalat sendiri’. 

kamu pikir kamu itu mikir.

Rasulullah mengajari shalat tuma’ninah padamu.
bacaannya dipahami dan jangan buru-buru.
lha kok shalatmu kayak dikejar-kejar hantu.

kamu pikir kamu itu mikir.

adzan itu panggilan untuk menegakkan shalat.
bayi yang baru lahir belum terkena syariat.
orang yang meninggal gugur kewajiban shalat.
lha kok mereka kamu adzani untuk shalat.

kamu pikir kamu itu mikir.

Rasulullah memerintah ummatnya.
memberi makan keluarga yang berduka.
lha kok kamu malah makan makanan mereka.

kamu pikir gitu itu lucu.

aku lagi memarahimu karena kekeliruanmu.
lha kok kamu malah mesam-mesem gitu...

#GGM-mas Adji

Tuesday, December 3, 2013

Sayang dan Cinta


Siapa yang takkan terlena jika dipanggil ‘sayang’ dan ‘cinta’ oleh orang yang sangat spesial di hatinya. Apalagi diselingi kata-kata lembut yang menyejukkan hati. Kata-kata itu sungguh dahsyat merasuk di setiap aliran darah dan sel-sel tubuh kita, sehingga mampu mengubah pola pikir dan perilaku kita, sesuai keinginannya.

‘Magic Words (MW)’, bagai sebuah hipnotis yang mampu menggerakkan orang laen dalam kondisi sadar, bahkan bisa merasuk ke alam bawah sadar hingga menghunjam ke dalam hati sanubari, menyatu ke dalam jiwa. MW bisa dilakukan oleh siapa saja, kepada siapa saja, kapan saja, dimana saja, dalam kondisi apa saja. Tak dibatasi oleh usia, ruang dan waktu.

Efek MW akan lebih dahsyat jika diimbangi dengan sentuhan (touching) seperti belaian, pelukan, dan ciuman. Bagaimana bisa dilakukan jika secara fisik tidak berdekatan? Jarak bukan penghalang. Justru sentuhan yang diungkapkan lewat kata-kata (lewat telpon, sms dll) akan menimbulkan imajinasi yang luar biasa membakar. Contoh : Jika pasangan kita pas di luar kota trus sms ‘peluk ciumku untukmu’ , apa yang kita rasakan? Kita pasti berimajinasi tentang hal itu, bahkan imajinasi bisa melebar ke hal-hal yang laen, menimbulkan semangat dan hasrat yang membara untuk segera bertemu. Dilakukan secara langsung atau tidak, touching takkan banyak membawa perbedaan karena dilakukan dari lubuk hati yang paling dalam. Seperti firman Alloh bahwa yang menyatukan manusia itu bukanlah harta, tapi HATI.

Manusia terdiri dari 70-80% air. Air itu akan menjadi struktur kristal yang sangat menakjubkan jika dibacakan kata-kata indah dan lembut (penelitian profesor dari Jepang). Karena itu, membiasakan diri dengan ucapan yang baik bisa merubah lingkungan menjadi lebih baik, minimal diri kita menjadi pribadi yang penuh kasih sayang dan kedamaian.

Bayangkan, jika setiap pagi suami membangunkan istri dengan bisikan ‘cantikku...’, atau ketika suami di kantor tiba-tiba sang isteri sms ‘sayang...’, atau seorang Ibu yang menyambut kedatangan buah hatinya dari sekolah dengan sapaan ‘mama kangen nak...’, atau seorang atasan memberi apresiasi pegawainya yang sedang bekerja dengan mengacungkan 2 jempol. Sungguh indah bukan? Meski terlihat sepele, namun dampak yang ditimbulkan sangat besar. Bagi si pemberi maupun penerima, akan menimbulkan semangat yang bisa memicu kinerja, dan terlebih lagi membangun sebuah loyalitas abadi.

Sesuatu yang besar, dibangun melalui hal-hal kecil. Alloh yang Maha Besar pun, tidak mengabaikan hal-hal kecil, semua ada balasannya : 99.7-8.  Islam mengajarkan untuk memulai sesuatu dengan ucapan 'Basmalah' yang artinya dengan menyebut asma Alloh yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Maknanya adalah agar setiap aktivitas yang kita lakukan  berdampak pada kebaikan dan kemanfaatan bagi semua makhluk, sebagai manifestasi tujuan penciptaan manusia, yaitu Rahmatan Lil Alamin.
  
Aneh bagi yang belum biasa melakukannya, tapi semua itu butuh perjuangan jika ingin menjadi pribadi yang damai dan mendamaikan. Kedamaian itu tidak datang dengan sendirinya, tapi harus diperjuangkan dengan tetesan air mata dan keringat. Guru, orang tua, birokrat, teknokrat, ulama, siapa saja yang ingin menciptakan generasi masa depan yang kokoh (spiritual, emosional, intelektual, kinestetik) harus dimulai dengan hati. Hati yang menyatu, hati yang damai dan mendamaikan, dan itu semua dimulai dengan kata-kata yang konstruktif, penuh dengan kasih sayang.


Let’s start with the ‘magic words’, and see, the result will be great! Insya Alloh.

Sunday, December 1, 2013

Cooperative Learning


Setelah merasakan betapa sulitnya mengorganisir siswa dalam pembelajaran di kelas, apalagi untuk "kelas gemuk" yang dalam setiap kelasnya berisi lebih dari 40 siswa, maka saya berpikir bahwa metode atau strategy yang pas dan lebih mudah diterapkan dalam proses belajar mengajar adalah dengan menggunakan pembelajaran yang kooperatif. Siswa akan lebih aktif dan kreatif dalam menemukan sesuatu yang baru dan kemudian bisa menyimpulkan sebuah materi sesuai dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan.

Berdasarkan hal tersebut, maka saya akan menguraikan sedikit tentang apa itu pembelajaran kooperatif. Semoga tulisan saya ini bisa menginspirasi teman-teman guru, dan jika masih ada keganjilan, mohon komentarnya untuk menyempurnakan kekurangan tulisan saya kali ini.

*****
Manusia dalam hidupnya ditakdirkan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk saling bekerja sama secara interaktif dalam memenuhui segala kebutuhan hidupnya. Dalam era globalisasi sekarang ini, setiap orang dituntut lebih mampu memberdayakan diri dan kooperatif dalam menjalani kehidupan. Sekolah sebagai salah satu tempat tumbuh dan berkembangnya anak sangat diharapkan mampu menyediakan situasi dan kondisi yang dibutuhkan anak secara optimal. Ada berbagai cara untuk mengembangkan kemampuan siswa untuk belajar dan bekerja secara kooperatif. Ada tiga cara untuk para siswa dapat saling berinteraksi saat belajar bersama yaitu: (1) melalui persaingan untuk menentukan siapa yang paling unggul, (2) bekerja secara individual dalam mencapai tujuan tanpa mempedulikan siswa lain, dan (3) bekerja sama dengan siswa-siswa yang masing-masing mempunyai kepentingan pribadi. Yang paling menonjol adalah biasanya dalam suatu persaingan sering muncul siswa yang satu berusaha keras mengungguli siswa lain melalui berbagai prestasi. Persaingan ini telah mulai terlihat sejak siswa masuk ke sekolah tertentu dan makin menonjol saat ia mengalami proses belajar mengajar di sekolah.

Dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dan kegagalan siswa lain tidak mempengaruhi hasil belajar mereka. Pada pembelajaran koperatif, interaksi ditandai dengan tujuan saling tergantung dengan individu yang lain. Tujuan bersama yang baik dan positif dapat diterima oleh semua anggota kelompok yang berada di dalamnya yang terikat dengan tujuan bersama yang telah ditentukan.

Kelompok siswa yang duduk di muka meja yang sama mengerjakan pekerjaan mereka sendiri, namun bebas berbicara dengan sesama teman dalam kelompok saat mereka bekerja, tidak akan membentuk kelompok yang koperatif, sebab di sana tidak ada saling ketergantungan yang positif. Untuk situasi pembelajaran kooperatif, diperlukan penentuan tujuan bersama di mana kelompok itu memperoleh manfaat dari usaha itu. Bila dalam suatu kelompok siswa diberi tugas untuk membuat laporan, tetapi hanya satu siswa saja yang mengerjakan semuanya dan yang lain tidak mendukungnya, ini bukan suatu kelompok kooperatif. Kelompok kooperatif mempunyai rasa tanggung jawab pribadi. Ini berarti semua siswa perlu mengetahui materi yang sedang digarap dan memberikan kontribusi agar seluruh kelompok berhasil. Sehingga diperlukan suatu cara atau strategi yang dapat mengaktifkan setiap siswa namun saling ketergantungan dengan teman-temannya dalam suatu kelompok.

Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk menentukan tujuan bersama dalam pembelajaran kooperatif ini adalah pembelajaran peta konsep (mind-mapping). Dalam pembuatan peta konsep dengan dilakukan secara berkelompok dan setiap anggota kelompok mendapat satu bagian sub peta konsep.

Mind-mapping and Planning Techniques
Mind-mapping and planning techniques are useful for taking notes in class, making your own summarized revision aids, and can be used to help plan essays and projects.
1.      Use big notepads. The ideal notebook is an A3 Artists pad.
2.      Open it fully on the desk. Use one side for drawing a map of the topic and one side for jotting down 'longhand' notes.
3.      Your 'map' should be a visual overview of the topic. You can use spider maps. These have the big ideas in the middle and the related little ideas as legs. You can use pyramid maps. You can have flow diagram maps. These organize the topic into a series of stages.
VIDEOING A FILM
You can also mix all three sorts of maps. The main thing about a map is that it should tell you all about the topic in a glance. It should also be easy to draw and have as few words as possible.
4.      Your longhand notes should be about key elements in your map. For example, in the class on egg boiling, your longhand notes might say "Cookers can be dangerous. Study on accidents by O'Brien (1989) showed 70% of accidents in kitchen - due to cookers". Take your longhand notes in any order.
5.      After class read your map and longhand notes. Add any ideas that you remember and have included.
6.      Color Code your map and notes with highlighters. So in the egg-boiling example, all bits of the map to do with 'timing', and all notes to do with 'timing' should be highlighted in pink. All bits of the map and notes to do with 'cookers and fires' should be highlighted in green, etc.
7.      Read you map and notes, section by section, and try to find a way to map out the topic better, so the map includes critical bits of the longhand notes. Draw and color code this new map.
8.      Stick the 'map' on your wall for a week. Look at it every day. Recite the contents of the map and trace it with your finger.
9.      Draw the map from memory.


Demikian salah satu strategi yang dapat digunakan untuk menentukan tujuan bersama dalam pembelajaran kooperatif. Semoga bermanfaat...