This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Laman

Saturday, December 31, 2016

Makna TAHUN BARU

Ada apa sebenarnya dengan tahun baru?
Untuk siapakah tahun baru?
Emangnya apanya yg baru?

Sering kali terjadi pembodohan publik. Sesuatu yg buruk akan dianggap baik dengan propaganda yg tiada henti (PENCITRAAN). Sehingga terbentuklah opini publik bahwa itu adalah hal yg baik
Begitu pula dengan tahun baru.

COBA KAU GUNAKAN AKAL SEHATMU
Ingatlah bahwa tidak ada yg baru.
- Tempat kerjamu tetap yg lama..
- Tempat sekolahmu juga sama..
- Istri atau suami juga tidak baru
- Anak-anakmu juga masih yg lama..
- Rumahmu masih juga tetap yg dulu
- Teman-teman dan sohib juga sama..
- Gajimu juga tetap
TERUS APANYA YANG BARU?

Sebagian umat islam turut dalam perayaan tahun baru dengan berbagai cara; Ada yg tenggelam dalam acara-acara tidak berguna. Ada yg menggunakannya untuk bermuhasabah. Ada yg berkumpul berdoa & berdzikir.

Ketahuilah, pada malam tahun baru itu tidak ada peristiwa apapun, sehingga kau harus bersikap atau bertindak Tidak ada yg istimewa. Tidak padamu, tidak pada negaramu, tidak pada keluargamu. TIDAK ADA APA-APA PADA MALAM TAHUN BARU.

Kita saja yg tertipu oleh media. Laluilah malam tahun baru seperti seorang petani muslim di lereng gunung merapi. Setelah shalat isya’ ia bersiap-siap untuk tidur. Ia berwudu’ seperti hendak shalat. Lalu ia membaca doa dan wirid sebelum tidur. Lalu ia bangun sebelum subuh untuk mengambil bagian rizkinya dari shalat malam. Dan Ketika adzan subuh dikumangdakan ia berangkat ke rumah Allah dan kemudian ia memulai aktivitasnya dengan biasa. KARENA PADA MALAM TAHUN BARU MEMANG TIDAK ADA PERISTIWA APA-APA.

Berikut adalah Puisi karya KH. Musthofa Bisri tentang Tahun Baru.

Selamat Tahun Baru Kawan
(Gus Mus)

Kawan, sudah tahun baru lagi
Belum juga tibakah saatnya kita menunduk, memandang diri sendiri
Bercermin Firman Tuhan sebelum kita dihisabNya
Kawan, siapakah kita ini sebenarnya
Muslimin kah?
Mukminin?
Muttaqin?
kholifah Alloh?
Ummat Muhammad kah kita?
Khoiro ummatin kah kita?
Atau kita sama saja dengan makhluk lain?
Atau bahkan lebih rendah lagi
Hanya budak-budak perut dan kelamin
Iman kita pada Alloh dan yang gaib rasanya lebih tipis daripada uang kertas ribuan
Lebih pipih dari rok perempuan
Betapa pun tersiksa, kita khusuk di depan massa
Dan tiba-tiba buas dan binal justru di saat sendiri bersamaNya
Syahadat kita rasanya seperti perut bedug
Atau pernyataan setia pegawai rendah aja, kosong tak berdaya
Shalat kita rasanya lebih buruk dari senam Ibu-ibu
Lebih cepat dari menghirup kopi panas
Dan lebih ramai daripada lamunan seribu anak muda
Doa kita sesudahnya justru lebih serius kita memohon hidup enak di dunia dan bahagia di sorga
Puasa kita rasanya sekedar mengubah jadwal makan minum dan saat istirahat
Tanpa mengeser acara buat sahwat
Ketika datang lapar atau haus kita pun manggut-manggut Oo beginikah rasanya
Dan kita merasa sudah memikirkan saudara-saudara kita yang melarat
Zakat kita jauh lebih dari berat terasa di banding tukang becak melepas penghasilannya untuk kupon undian yang sia-sia
Kalau pun terkeluarkan harapan pun tanpa ukuran
Upaya-upaya Tuhan menggantinya berlipat ganda
Haji kita tak ubahnya tamasya menghibur diri
Mencari pengalaman spiritual dan matrial
Membuang uang kecil dan dosa besar
Lalu pulang membawa label suci asli made in Saudi, Haji
Kawan, lalu bagaimana, bilamana dan berapa lama kita bersamaNya
Atau kita justru sibuk menjalankan tugas mengatur bumi seisinya
Mensiasati dunia sebagai khalifahNya
Kawan, tak terasa kita memang semakin pintar
Mungkin kedudukan kita sebagai kholifah mempercepat proses kematangan kita
Paling tidak kita semakin pintar berdalih
Kita perkosa alam dan lingkungan demi ilmu pengetahuan
Kita berkelahi demi menegakkan kebenaran
Melaco dan menipu demi keselamatan
Memamerkan kekayaan demi mensyukuri kenikmatan
Memukul dan mencaci demi pendidikan
Berbuat semaunya demi kemerdekaan
Tidak berbuat apa-apa demi ketentraman
Membiarkan kemungkaran demi kedamaian
Pendek kata demi semua yang baik halallah semua sampai pun yang paling tidak baik
Lalu bagaiman dengan cendekiawan dan seniman
Para mubaligh dan kyai
Penyambung lidah Nabi
Jangan ganggu mereka
Para cendekiawan sedang memikirkan segalanya
Para seniman sedang merenungkan apa saja
Para mubaligh sedang sibuk berteriak kemana-mana
Para kyai sedang sibuk berfatwa dan berdoa
Para pemimpin sedang mengatur semuanya
Biarkan mereka diatas sana
Menikmati dan meratapi nasip dan persoalan mereka sendiri
Kawan, selamat tahun baru
Belum juga tibakah saatnya kita menunduk, memandang diri sendiri

Orang yg cerdas adalah orang yg berusaha untuk berada di depan dan tidak mau menjadi ekor. Dia menjadi dirinya sendiri. Maka kau Jangan menjadi ekor, karena tugas ekor itu menutupi aib dan kotoran serta mengusir serangga. Sudah saatnya yg mengaku islam untuk kembali kepada ISLAM.

MOGA ALLAH MERAHMATI KITA SEMUA.., Amin.....

Sumber:
- Kumpulan Puisi Gus Mus
- Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, MA

Thursday, December 1, 2016

Doa khotmil qur'an


بسم الله الرحمن الرحيم
اَللهُمَّ رَبَّنَا يَارَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَتُبْ عَلَيْنَا يَامَولَنَآ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. وَاهْدِنِيْ وَاهْدِنَا وَوَفِّقْنَا إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيْقٍ مُسْتَقِيْمِ بِبَرَكَةِ خَتْمِ الْقُرْءآنِ الْعَظِيْمِ. وَبِحُرْمَةِ حَبِيْبِكَ وَرَسُوْلِكَ الْكَرِيْمِ. وَاعْفُ عَنَّا يَاكَرِيْمُ وَاعْفُ عَنَّا يَارَحِيْمُ. وَاغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا بِفَضْلِكَ وَكَرَمِكَ يَآأَكْرَمَ اْلأَكْرَمِيْنَ وَيَآأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللهُمَّ زَيِّنَّا بِزِيْنَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ. وَأَكْرِمْنَا بِكَرَامَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ. وَشَرِّفْنَا بِشَرَافَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ. وَأَلْبِسْنَا بِخِلْعَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ. وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْقُرْءَانِ. وَعَافِنَا مِنْ كُلِّ بَلَآءِالدُّنْيَا وَعَذَابِ الْأَخِرَةِ بِحُرْمَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ. وَارْحَمْ جَمِيْعَ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ بِحُرْمَةِ خَتْمِ الْقُرْءَانِ. اَللهُمَّ اجْعَلِ الْقُرْءَانَ لَنَا فِى الدُّنْيَا قَرِيْنًا. وَفِي الْقَبْرِ مُوْنِسًا. وَفِى الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا. وَعَلَى الصِّراطِ نُوْرًا. وَإِلَى الْجَنَّةِ رَفِيْقًا. وَمِنَ النَّارِ سِتْرًا وَحِجَابًا. وَإِلَى الْخَيْراتِ كُلِّهَادَلِيْلاً وَإِمَامًا. بِفَضْلِكَ وَجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ يَآاَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللهُمَّ ارْزُقْنَا بِكُلِّ حَرْفٍ مِنَ الْقُرْءَانِ حَلاَوَةً. وَبِكُلِّ كَلِمَةٍ كَرَامَةً. وَبِكُلِّ ءَايَةٍ سَعَادَةً. وَبِكُلِّ سُوْرَةٍ سَلاَمَةً. وَبِكُلِّ جُزْءٍ جَزَآءً. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَءَالِهِ أَجْمَعِيْنَ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. اَللهُمَّ انْصُرْ سُلْطانَنَا سُلْطانَ الْمُسْلِمِيْنَ. وَانْصُر ْوُزَرَآءَهُ وَوُكَلآءَهُ وَعَسَاكِرَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَاكْتُبِ السَّلاَمَةَ وَالْعَافِيَةَ عَلَيْنَا وَعَلَى الْحُجَّاجِ وَالْغُزَاةِ وَالْمُسَافِرِيْنَ وَالْمُقِيْمِيْنَ فِيْ بَرِّكَ وَبَحْرِكَ مِنْ أُمَّةٍ مُحَمَّدٍ أَجْمَعِيْنَ. اَللهُمَّ بَلِّغْ ثَوَابَ مَاقَرَأْنَاهُ وَنُوْرَ مَاتَلَوْنَاهُ لِرُوْحِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وِلِأَرْوَاحِ أَوْلادِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَأَصْحابِهِ رِضْوَانُ اللهِ تَعَالَى عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ. وَلِأَرْوَاحِ ءَابَآئِنَا وَأُمَّهاتِنَا وَأَبْنَآئِنَا وَبَنَاتِنَا وَإِخْواَنِنَا وَأَخَواتِنَا وَأَصْدِقَآئِنَا وَأُسْتَاذِنَا وَأَقْرِبَآئِنَا وَمَشَايِخِنَا وَلِمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا وِلِأَرْوَاحِ جَمِيْعِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ. اَلْأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. بِرَحْمَتِكَ يَآأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. جَزَى اللهُ عَنَّا مُحَمَّدً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَاهُوَ أَهْلُهُ. سُبْحنَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالِمِيْنَ. آمِيْنَ


بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم  
اَللَّهُــمَّ ارْحَمْنَــا بِالْقُــرْآنِ• وَاجْعَــلْهُ لَنَــا إِمَامًــا وَنُــوْرًا وَهُــدًى وَرَحْمَــةً• اَللّهُــمَّ ذَكِّــرْنَا مِنْــهُ مَــا نَسِيْــنَا وَعَلِّمــنَا مِنْــهُ مَاجَهِلْــنَا• وَارْزُقــنَا تِلَاوَتَــهُ آنَــاءَ اللَّيْــلِ وأَطْرَافَ النَّهَارْ• وَاجْعَــلْهُ لَنَــا حُجَّــةً يَــا رَبَّ الْعَــالَمِيْــنَ• 
وَصَلِّ اللَّهُــمَّ علي سَيِّــدِنَا مُحَــمَّدٍ وَعَلي آلِــهِ وَصَحْبِــهِ وَسَلِّــم ..

Ya Allah, dengan Al-Quran kurniakanlah kasih sayangMu kepada kami.
Jadikanlah Al-Quran sbg imam, cahaya, hidayah, dan sumber rahmat bagi kami
Ya Allah ingatkan kami bila ada ayat yang kami lupa mengingatnya.
Ajarkan kepada kami, ayat yang kami tidak tahu memahaminya
Karuniakan kepada kami kenikmatan membacanya sepanjang waktu, baik malam maupun siang.
Jadikan Al-Quran bagi kami sebagai hujjah, ya robbal'alamin
Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad, keluarga serta sahabatnya,,aamiin ya robbal 'alamiin... 

Selamat Datang Bulan Maulid

مرحبا بربيع الأول يا شهر مولد الحبيب المعظم

Marhaban Ya Syahrul Rabiul Awwal,  Syahrul Maulid Nabi Muhammad Saw..

يا نبي سلام عليك 
يارسول سلام عليك
يا حبيب سلام عليك 
صلوات الله عليك

Ya ALLAH... Semoga Engkau Terima Sholawat Kami kepada Nabi Muhammad Saw..

اللَّهمَّ صلِّ على سَيِّدِنا محمد وعلى آل سَيِّدِنا محمد

Sebuah Cerita

Ketika Ghandi Peringati Maulid Nabi
Seperti Soekarno dan Castro, Mahatma Ghandi adalah satu dari Legenda negara-negara modern. Ia tokoh yang mampu mengubah segala hal dilingkungannya yang dilihat orang biasa menjadi prinsip dan inovasi yang mempengaruhi orang disekitar untuk melakukan reformasi sosial.

Dengan prinsip itu ia memfokuskan energinya untuk tujuan inovatif, yaitu mengurangi kemiskinan, memperjuangkan hak wanita, membangun kesatuan antara agama dan etnis, memperkuat kemandirian ekonomi dan membantu India meraih kemerdekaan dari Inggris, "tanpa perlawanan senjata".

Darimana Ghandi menemukan formula rahasia untuk mengolah kultur bangsanya menjadi kekuatan dahsyat mengalahkan senjata dan teknologi canggih milik Inggris?

Buku Gandi wal Islam wal La Unfi wa Tamasuk bilhaq (Ghandi dan Islam serta Asas tanpa kekerasan dan berpegang teguh pada kebenaran), menjelaskan fakta-fakta yang tidak pernah saya temukan dibuku-buku sebelumnya.

Mahatma Ghandi yang lahir tahun 1869 di Gujarat India mengeyam pendidikan tinggi di Inner Temple Inggris. Setelah ia menyelesaikan pendidikannya ia bekerja di lembaga hukum Bombay. Sebuah Organisasi Dagang yang dipimpin Dad Abdullah meminta dia menyelesaikan sengketa hukum di Afrika Selatan.
Ghandi tinggal selama 21 tahun disana. Selama itu dia menetap di Asrama Syeikh Sufi Syisti Syah ghulam Muhammad. Ia mempunyai kedekatan dengannya. Dan mengikuti khalwat-khalwatnya. Terlibat dalam aneka pelayanan yang dilakukan para "santri" di asrama tersebut, seperti membersihkan kamar mandi dan pelahanan lainnya, yang dilakukan siapapun tanpa melihat status sosial. Mengingat masa ini Ghandi menulis,
"Ketika Aku menetap di Afrika Selatan, aku mempunyai hubungan kuat dengan saudara muslim disana. Aku bisa mempelajari kebiasaan, pemikiran dan tujuan-tujuan mereka. Aku hidup ditengah saudara muslim 20 tahun lamanya. Mereka memperlakukanku layaknya keluarga. Mereka memberitahu istri dan saudaranya supaya tidak menutup wajah dengan cadar dihadapanku".

Pada tahun 1915 Ghandi kembali ke India, kemudian memimpin gerakan sosial untuk melawan penjajahan Inggris. Konsep kunci Ghandi dalam melawan penjajah adalah Satyagraha; transformasi informasi kepada masyarakat, melawan tanpa perlawanan, dan perjuangan tanpa kekerasan. Gagasan Ghandi diterima baik oleh Maulana Kalam Azad yang mewakili umat Islam India.
Menurut Kalam Azad, prinsip perjuangan Ghandi tidak bertentangan dengan Islam, karena bukan soal akidah melainkan politik. Setelah perundingan antara Ghandi dan Kalam Azad, Ghandi ditangkap Inggris dan dipenjara antara tahun 1922-1924. Dipenjara ia menulis otobiografi dan membaca Sirah Nabi saw yang ditulis Syeikh Syibli al-Nu'mani dan Biografi sahabat Nabi, (auraq min hayati Ashab Nabi) karya Maulana Hadrah Muhani.

Ghandi menulis,
"Aku menjadi lebih yakin dari sebelumnya, bahwa bukan pedang yang menjaga kejayaan Islam berabad-abad lamanya. Akan tetapi kelembutan pribadi Nabi, kerendahan hati Nabi yang sempurna, penghormatannya terhadap perjanjian, keikhlasan Nabi terhadap Sahabat dan pengikutnya, dan kuatnya keyakinan Nabi pada Allah dan kerasulannya. Sifat-sifat Nabi inilah yang membuat Islam berjaya, dan bukan karena pedang. Dengan sifat ini semua berada dibelakang Nabi dan mereka mengalahkan segalanya".

Pada tahun 1934 saat Ghandi menyampaikan sambutan peringatan Maulid Nabi saw, Ghandi mengenang saat-saat ia dipenjara pada 1922-1924, ia mengatakan,
"Nabi seorang yang fakir, zuhud dalam segala sesuatu, padahal jika Nabi mau, beliau bisa hidup kaya raya. Aku merasakan tangis bahagia, saat mengetahui bahwa Nabi bersama sahabat dan keluarganya dengan suka rela memilih hidup miskin. Lalu bagaimana bagi pencari hakikat sepertiku tidak menaruh hormat pada orang yang akalnya selalu bergantung kepada Allah. Sepanjang hidupnya selalu takut kepada Allah dan sayangnya pada manusia tak terbatas".

Saya bertanya Maulana Habib tentang murid beliau yang beragama Hindu, kemana-mana membawa tasbih dan bersholawat. Kata beliau bahwa muridnya telah beriman namun belum bersyahadat (belum Islam). Ghandi boleh jadi juga sama. Apa salahnya kita husnudzan kepadanya.
Tapi pertanyaannya, kenapa kita yang Islam dari bayi tidak bisa mendapat pancaran cahaya Nabi, seperti Ghandi mendapatkan dan mampu meneladaninya? Nabi yang penuh welas asih seperti dikatakan Ghandi. Mungkin karena kita jarang membaca sirahnya apalagi keluar uang untuk memperingati kelahirannya.

Wah pelit banget ya... 

Dalil-Dalil Amaliyah Nahdhatul Ulama

NGAJI ASWAJA
Mugo2 iso istiqomah belajar bareng digawe peng-eling2...


Hukum Membaca Al-Barzanji

Di Indonesia, peringatan Maulid Nabi (orang banjar menyebutnya *Ba-Mulud’an) sudah melembaga bahkan ditetapkan sebagai hari libur nasional. Setiap memasuki Rabi’ul Awwal, berbagai ormas Islam, masjid, musholla, institusi pendidikan, dan majelis taklim bersiap memperingatinya dengan beragam cara dan acara; dari sekadar menggelar pengajian kecil-kecilan hingga seremoni akbar dan bakti sosial, dari sekadar diskusi hingga ritual-ritual yang sarat tradisi (lokal).

Di antara yang berbasis tradisi adalah:
- Manyanggar Banua, Mapanretasi di Pagatan, Ba’Ayun Mulud (Ma’ayun anak) di Kab. Tapin, Kalimantan Selatan
- Sekaten, di Keraton Yogyakarta dan Surakarta,
- Gerebeg Mulud di Demak,
- Panjang Jimat di Kasultanan Cirebon,
- Mandi Barokah di Cikelet Garut, dan sebagainya.

Tradisi lain yang tak kalah populer adalah pembacaan Kitab al-Barzanji. Membaca Barzanji seolah menjadi sesi yang tak boleh ditinggalkan dalam setiap peringatan Maulid Nabi. Pembacaannya dapat dilakukan di mana pun, kapan pun dan dengan notasi apa pun, karena memang tidak ada tata cara khusus yang mengaturnya.

Al-Barzanji adalah karya tulis berupa prosa dan sajak yang isinya bertutur tentang biografi Muhammad, mencakup nasab-nya (silsilah), kehidupannya dari masa kanak-kanak hingga menjadi rasul. Selain itu, juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimilikinya, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan manusia.

Judul aslinya adalah ’Iqd al-Jawahir (Kalung Permata). Namun, dalam perkembangannya, nama pengarangnyalah yang lebih masyhur disebut, yaitu Syekh Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad al-Barzanji. Dia seorang sufi yang lahir di Madinah pada 1690 M dan meninggal pada 1766 M.

Relasi Berjanji dan Muludan

Ada catatan menarik dari Nico Captein, seorang orientalis dari Universitas Leiden, dalam bukunya yang berjudul Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad saw. (INIS, 1994).

Menurutnya, Maulid Nabi pada mulanya adalah perayaan kaum Syi’ah Fatimiyah (909-117 M) di Mesir untuk menegaskan kepada publik bahwa dinasti tersebut benar-benar keturunan Nabi. Bisa dibilang, ada nuansa politis di balik perayaannya.

Dari kalangan Sunni, pertama kali diselenggarakan di Suriah oleh Nuruddin pada abad XI. Pada abad itu juga Maulid digelar di Mosul Irak, Mekkah dan seluruh penjuru Islam. Kendati demikian, tidak sedikit pula yang menolak memperingati karena dinilai bid’ah (mengada-ada dalam beribadah).

Di Indonesia, tradisi Berjanjen bukan hal baru, terlebih di kalangan Nahdliyyin (sebutan untuk warga NU). Berjanjen tidak hanya dilakukan pada peringatan Maulid Nabi, namun kerap diselenggarakan pula pada tiap malam Jumat, pada upacara kelahiran, akikah dan potong rambut, pernikahan, syukuran, dan upacara lainnya. Bahkan, pada sebagian besar pesantren, Berjanjen telah menjadi kurikulum wajib.

Selain al-Barzanji, terdapat pula kitab-kitab sejenis yang juga bertutur tentang kehidupan dan kepribadian Nabi. Misalnya, kitab Shimthual-Durar, karya al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi (Syair Maulud Al-Habsy), al-Burdah, karya al-Bushiri dan al-Diba, karya Abdurrahman al-Diba’iy.

Inovasi Baru

Esensi Maulid adalah penghijauan sejarah dan penyegaran ketokohan Nabi sebagai satu-satunya idola teladan yang seluruh ajarannya harus dibumikan. Figur idola menjadi miniatur dari idealisme, kristalisasi dari berbagai falsafah hidup yang diyakini. Penghijauan sejarah dan penyegaran ketokohan itu dapat dilakukan kapan pun, termasuk di bulan Rabi’ul Awwal.

Kaitannya dengan kebangsaan, identitas dan nasionalisme seseorang akan lahir jika ia membaca sejarah bangsanya. Begitu pula identitas sebagai penganut agama akan ditemukan (di antaranya) melalui sejarah agamanya. Dan, dibacanya Kitab al-Barzanji merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan esensial itu, yakni ‘menghidupkan’ tokoh idola melalui teks-teks sejarah.

Permasalahannya sekarang, sudahkah pelaku Berjanjen memahami bait-bait indah al-Barzanji sehingga menjadikannya inspirator dan motivator keteladanan? Barangkali, bagi kalangan santri, mereka dapat dengan mudah memahami makna tiap baitnya karena (sedikit banyak) telah mengerti bahasa Arab. Ditambah kajian khusus terhadap referensi penjelas (syarh) dari al-Barzanji, yaitu kitab Madarij al-Shu’ud karya al-Nawawi al-Bantani, menjadikan pemahaman
mereka semakin komprehensif.

Bagaimana dengan masyarakat awam? Tentu mereka tidak bisa seperti itu. Karena mereka memang tidak menguasai bahasa Arab. Yang mereka tahu, kitab itu bertutur tentang sejarah Nabi tanpa mengerti detail isinya. Akibatnya, penjiwaan dan penghayatan makna al-Barzanji sebagai inspirator dan motivator hidup menjadi tereduksi oleh rangkaian ritual simbolik yang tersakralkan.

Barangkali, kita perlu berinovasi agar pesan-pesan profetik di balik bait al-Barzanji menjadi tersampaikan kepada pelakunya (terutama masyarakat awam) secara utuh menyeluruh. Namun, ini tidaklah mudah. Dibutuhkan penerjemah yang andal dan sastrawan-sastrawan ulung untuk mengemas bahasa al-Barzanji ke dalam konteks bahasa kekinian dan kedisinian. Selain itu, juga mempertimbangkan kesiapan masyarakat menerima inovasi baru terhadap aktivitas yang kadung tersakralkan itu.

Inovasi dapat diimplementasikan dengan menerjemahkan dan menekankan aspek keteladan. Dilakukan secara gradual pasca-membaca dan melantunkan syair al-Barzanji. Atau mungkin dengan kemasan baru yang tidak banyak menyertakan bahasa Arab, kecuali lantunan shalawat dan ayat-ayat suci, seperti dipertunjukkan W.S. Rendra, Ken Zuraida (istri Rendra), dan kawan-kawan pada Pentas Shalawat Barzanji pada 12-14 Mei 2003 di Stadion Tennis Indoor, Senayan, Jakarta.

Sebagai pungkasan, semoga Barzanji tidak hanya menjadi ‘lagu wajib’ dalam upacara, tapi (yang penting) juga mampu menggerakkan pikiran, hati, pandangan hidup serta sikap kita untuk menjadi lebih baik sebagaimana Nabi.

Dan semoga, Maulid dapat mengentaskan kita dari keterpurukan sebagaimana Shalahuddin Al-Ayubi sukses membangkitkan semangat tentaranya hingga menang dalam pertempuran.

Garis Keturunan Syekh al-Barzanji :
Sayyid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Syed ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Syed ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a. dan Sayidatina Fatimah binti Rasulullah saw.

Dinamakan Al-Barjanzy karena dinisbahkan kepada nama desa pengarang yang terletak di Barjanziyah kawasan Akrad (kurdistan). Kitab tersebut nama aslinya ‘Iqd al-Jawahir (Bahasa Arab, artinya kalung permata) sebagian ulama menyatakan bahwa nama karangannya adalah “I’qdul Jawhar fi mawlid anNabiyyil Azhar”. yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad saw., meskipun kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.

Beliau dilahirkan di Madinah Al Munawwarah pada hari Kamis, awal bulan Zulhijjah tahun 1126 H (1960 M) (1766 beliau menghafal Al-Quran 30 Juz kepada Syaikh Ismail Alyamany dan Tashih Quran (mujawwad) kepada syaikh Yusuf Asho’idy kemudian belajar ilmu naqliyah (quran Dan Haditz) dan ‘Aqliyah kepada ulama-ulama masjid nabawi Madinah Al Munawwarah dan tokoh-tokoh qabilah daerah Barjanzi kemudian belajar ilmu nahwu, sharaf, mantiq, Ma’ani, Badi’, Faraidh, Khat, hisab, fiqih, ushul fiqh, falsafah, ilmu hikmah, ilmu teknik, lughah, ilmu mustalah hadis, tafsir, hadis, ilmu hukum, Sirah Nabawi, ilmu sejarah semua itu dipelajari selama beliau ikut duduk belajar bersama ulama-ulama masjid nabawi. Dan ketika umurnya mencapai 31 tahun atau bertepatan 1159 H barulah beliau menjadi seorang yang ‘Alim wal ‘Allaamah dan Ulama besar.

Kitab “Mawlid al-Barzanji” ini telah disyarahkan oleh al-’Allaamah al-Faqih asy-Syaikh Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad yang terkenal dengan panggilan Ba`ilisy yang wafat tahun 1299H dengan satu syarah yang memadai, cukup elok dan bermanfaat yang dinamakan “al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji” yang telah banyak kali diulang cetaknya di Mesir.

Di samping itu, kitab Mawlid Sidi Ja’far al-Barzanji ini telah disyarahkan pula oleh para ulama kenamaan umat ini. Antara yang masyhur mensyarahkannya ialah Syaikh Muhammad bin Ahmad ‘Ilyisy al-Maaliki al-’Asy’ari asy-Syadzili al-Azhari dengan kitab “al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji”. Beliau ini adalah seorang ulama besar keluaran al-Azhar asy-Syarif, bermazhab Maliki lagi Asy`ari dan menjalankan Thoriqah asy-Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217H (1802M) dan wafat pada tahun 1299H (1882M).

Selain itu ulama kita kelahiran Banten, Pulau Jawa, yang terkenal sebagai ulama dan penulis yang produktif dengan banyak karangannya, yaitu Sayyidul ‘Ulama-il Hijaz, an-Nawawi ats-Tsani, Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi turut menulis syarah yang lathifah bagi “Mawlid al-Barzanji” dan karangannya itu dinamakannya “Madaarijush Shu`uud ila Iktisaa-il Buruud”. Kemudian, Sayyid Ja’far bin Sayyid Isma`il bin Sayyid Zainal ‘Abidin bin Sayyid Muhammad al-Hadi bin Sayyid Zain yang merupakan suami kepada satu-satunya anak Sayyid Ja’far al-Barzanji, telah juga menulis syarah bagi “Mawlid al-Barzanji” tersebut yang dinamakannya “al-Kawkabul Anwar ‘ala ‘Iqdil Jawhar fi Mawlidin Nabiyil Azhar”.

Sayyid Ja’far ini juga adalah seorang ulama besar keluaran al-Azhar asy-Syarif. Beliau juga merupakan seorang Mufti Syafi`iyyah. Karangan-karangan beliau banyak, antaranya: “Syawaahidul Ghufraan ‘ala Jaliyal Ahzan fi Fadhaa-il Ramadhan”, “Mashaabiihul Ghurar ‘ala Jaliyal Kadar” dan “Taajul Ibtihaaj ‘ala Dhau-il Wahhaaj fi Israa` wal Mi’raaj”. Beliau juga telah menulis sebuah manaqib yang menceritakan perjalanan hidup dan ketinggian nendanya Sayyid Ja’far al-Barzanji dalam kitabnya “ar-Raudhul A’thar fi Manaqib as-Sayyid Ja’far”.

Kembali kepada Sidi Ja’far al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan sahaja kerana ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk hujan pada musim-musim kemarau. Diceritakan bahawa satu ketika di musim kemarau, sedang beliau sedang menyampaikan khutbah Jumaatnya, seseorang telah meminta beliau beristisqa` memohon hujan. Maka dalam khutbahnya itu beliau pun berdoa memohon hujan, dengan serta merta doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya sehingga seminggu, persis sebagaimana yang pernah berlaku pada zaman Junjungan Nabi s.a.w. dahulu. Menyaksikan peristiwa tersebut, maka sebahagian ulama pada zaman itu telah memuji beliau dengan bait-bait syair yang berbunyi:-

سقى الفروق بالعباس قدما * و نحن بجعفر غيثا سقينا
فذاك و سيلة لهم و هذا * وسيلتنا إمام العارفينا

Dahulu al-Faruuq dengan al-’Abbas beristisqa` memohon hujan
Dan kami dengan Ja’far pula beristisqa` memohon hujan
Maka yang demikian itu wasilah mereka kepada Tuhan
Dan ini wasilah kami seorang Imam yang ‘aarifin.

Sidi Ja’far al-Barzanji wafat di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`, sebelah bawah maqam beliau dari kalangan anak-anak perempuan Junjungan Nabi s.a.w. Karangannya membawa umat ingatkan Junjungan Nabi s.a.w., membawa umat kasihkan Junjungan Nabi s.a.w., membawa umat rindukan Junjungan Nabi s.a.w. Setiap kali karangannya dibaca, pasti sholawat dan salam dilantunkan buat Junjungan Nabi s.a.w. Juga umat tidak lupa mendoakan Sayyid Ja’far yang telah berjasa menyebarkan keharuman pribadi dan sirah kehidupan makhluk termulia keturunan Adnan. Allahu … Allah.

اللهم اغفر لناسج هذه البرود المحبرة المولدية
سيدنا جعفر من إلى البرزنج نسبته و منتماه
و حقق له الفوز بقربك و الرجاء و الأمنية
و اجعل مع المقربين مقيله و سكناه
و استرله عيبه و عجزه و حصره و عيه
و كاتبها و قارئها و من اصاخ إليه سمعه و اصغاه

Ya Allah ampunkan pengarang jalinan mawlid indah nyata, Sayyidina Ja’far kepada Barzanj ternisbah dirinya
Kejayaan berdamping denganMu hasilkan baginya. Juga kabul segala harapan dan cita-cita. Jadikanlah dia bersama muqarrabin berkediaman dalam syurga.
Tutupkan segala keaiban dan kelemahannya. Segala kekurangan dan kekeliruannya. Seumpamanya Ya Allah harap dikurnia juga Bagi penulis, pembaca serta pendengarnya.

و صلى الله على سيدنا محمد و على اله و صحبه و سلم
و الحمد لله رب العالمين

Dalam bukunya, Dan Muhammad adalah Utusan Allah: Penghormatan terhadap Nabi SAW. dalam Islam (1991), sarjana Jerman peneliti Islam, Annemarie Schimmel, menerangkan bahwa teks asli karangan Ja’far al-Barzanji, dalam bahasa Arab, sebetulnya berbentuk prosa. Namun, para penyair kemudian mengolah kembali teks itu menjadi untaian syair, sebentuk eulogy bagi Sang Nabi.

Untaian syair itulah yang tersebar ke berbagai negeri di Asia dan Afrika, tak terkecuali Indonesia. Tidak tertinggal oleh umat Islam penutur bahasa Swahili di Afrika atau penutur bahasa Urdu di India, kita pun dapat membaca versi bahasa Indonesia dari syair itu, semisal hasil terjemahan HAA Dahlan atau Ahmad Najieh, meski kekuatan puitis yang terkandung dalam bahasa Arab kiranya belum sepenuhnya terwadahi dalam bahasa kita sejauh ini.

Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa karya Ja’far al-Barzanji merupakan biografi puitis Nabi Muhammad SAW. Dalam garis besarnya, karya ini terbagi dua: “Natsar” dan “Nadhom”. Bagian “Natsar” terdiri atas 19 subbagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi “ah” pada tiap-tiap rima akhir. Seluruhnya menurutkan riwayat Nabi Muhammad SAW., mulai dari saat-saat menjelang paduka dilahirkan hingga masa-masa tatkala paduka mendapat tugas kenabian. Sementara, bagian “Nadhom” terdiri atas 16 subbagian yang memuat 205 untaian syair, dengan mengolah rima akhir “nun”.

Dalam untaian prosa lirik atau sajak prosaik itu, terasa betul adanya keterpukauan sang penyair oleh sosok dan akhlak Sang Nabi. Dalam bagian “Nadhom”, misalnya, antara lain diungkapkan sapaan kepada Nabi pujaan: Engkau mentari, engkau bulan/ Engkau cahaya di atas cahaya.

Di antara idiom-idiom yang terdapat dalam karya ini, banyak yang dipungut dari alam raya seperti matahari, bulan, purnama, cahaya, satwa, batu, dan lain-lain. Idiom-idiom seperti itu diolah sedemikian rupa, bahkan disenyawakan dengan shalawat dan doa, sehingga melahirkan sejumlah besar metafor yang gemilang. Silsilah Sang Nabi sendiri, misalnya, dilukiskan sebagai “untaian mutiara”.

Namun, bahasa puisi yang gemerlapan itu, seringkali juga terasa rapuh. Dalam karya Ja’far al-Barzanji pun, ada bagian-bagian deskriptif yang mungkin terlampau meluap. Dalam bagian “Natsar”, misalnya, sebagaimana yang diterjemahkan oleh HAA Dahlan, kita mendapatkan lukisan demikian: Dan setiap binatang yang hidup milik suku Quraisy memperbincangkan kehamilan Siti Aminah dengan bahasa Arab yang fasih.

Betapapun, kita dapat melihat teks seperti ini sebagai tutur kata yang lahir dari perspektif penyair. Pokok-pokok tuturannya sendiri, terutama menyangkut riwayat Sang Nabi, terasa berpegang erat pada Alquran, hadis, dan sirah nabawiyyah. Sang penyair kemudian mencurahkan kembali rincian kejadian dalam sejarah ke dalam wadah puisi, diperkaya dengan imajinasi puitis, sehingga pembaca dapat merasakan madah yang indah.

Salah satu hal yang mengagumkan sehubungan dengan karya Ja’far al-Barzanji adalah kenyataan bahwa karya tulis ini tidak berhenti pada fungsinya sebagai bahan bacaan. Dengan segala potensinya, karya ini kiranya telah ikut membentuk tradisi dan mengembangkan kebudayaan sehubungan dengan cara umat Islam di berbagai negeri menghormati sosok dan perjuangan Nabi Muhammad SAW.

Sifatnya:

Wajahnya tampan, perilakunya sopan, matanya luas, putih giginya, hidungnya mancung, jenggotnya yang tebal, Mempunyai akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan sangat pemurah.

Seorang ulama besar yang berdedikasi mengajarkan ilmunya di Masjid Kakeknya (Masjid Nabawi) SAW. sekaligus beliau menjadi seorang mufti Mahzhab Syafiiyah di kota madinah Munawwarah.

“Al-’Allaamah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid Ja’far bin Hasan al-Barzanji adalah MUFTI ASY-SYAFI`IYYAH di Kota Madinah al-Munawwarah. Banyak perbedaan tentang tanggal wafatnya, sebagian menyebut beliau meninggal pada tahun 1177 H. Imam az-Zubaidi dalam “al-Mu’jam al-Mukhtash” menulis bahwa beliau wafat tahun 1184 H, dimana Imam az-Zubaidi pernah berjumpa dengan beliau dan menghadiri majelis pengajiannya di Masjid Nabawi yang mulia.

Maulid karangan beliau ini adalah kitab maulid yang paling terkenal dan paling tersebar ke pelosok negeri ‘Arab dan Islam, baik di Timur maupun di Barat. Bahkan banyak kalangan ‘Arab dan ‘Ajam (luar Arab) yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam waktu-waktu tertentu. Kandungannya merupakan khulaashah (ringkasan) sirah nabawiyyah yang meliputi kisah lahir baginda, perutusan baginda sebagai rasul, hijrah, akhlak, peperangan sehingga kewafatan baginda.

Wafat:

Beliau telah kembali ke rahmatullah pada hari Selasa, setelah Asar,4 Sya’ban, tahun 1177 H (1766 M). Jasad beliau makamkan di Baqi’ bersama keluarga Rasulullah saw.

Kitab maulid Barzanji sendiri telah disyarah (dijelaskan) oleh ulama-ulama besar seperti Syaikh Muhammad bin Ahmad ‘Ilyisy al-Maaliki al-’Asy’ari asy-Syadzili al-Azhari yang mengarang kitab “al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al- Barzanji” dan Sayyidul ‘Ulama-il Hijaz, Syeikh Muhammad  Nawawi al-Bantani al-Jawi “Madaarijush Shu`uud ila Iktisaa-il Buruud”.

*dari berbagai sumber