This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Laman

Friday, January 27, 2017

Alasan Kenapa Harus Fanatik terhadap NU


Menyongsong Harlah NU yang Ke-91 (31 Januari 1926-2017)

9 Alasan Kenapa Harus Fanatik terhadap NU

1. Karena NU dianugerahkan oleh Allah untuk Indonesia lewat para wali Allah.

2. Kontribusi NU terhadap Kemerdekaan sangat besar bagi Indonesia dan tetap konsisten menjaga kedamaian, menjaga persatuan dan kesatuan seluruh ummat tidak hanya untuk ummat Islam saja tapi semua ummat di Indonesia.

3. Fanatik terhadap NU itu tidak merugikan orang lain, kelompok, golongan, ajaran atau firqah yang lain. Karena NU tidak mudah untuk menyesat-nyesatkan atau mengkafir-kafirkan kelompok atau ajaran yang lain.

4. Karena NU tidak hanya menjunjung tinggi Ukhuwah Islamiyyah tapi juga Ukhuwah Basyariyyah.

5. NU itu sebagai Mayoritas Ummat Islam (Assawadul A'dzam) yang menganut ajaran Ahlussunah wal Jama'ah.

6. Selalu konsisten menjaga tradisi dan amaliah Ulama Salaf yang sanadnya sampai kepada Rasulullah Saw.

7. NU adalah Organisasi Islam yang lahir dari bumi pertiwi. Jadi NU akan selalu bersama Negara "Hubbul wathan minal iman".

8. NU mempunyai konsep pendidikan Islam yang mengedepankan adab, menerapkan ajaran Islam yang Rahmatan lil 'alamin sehingga tidak ada lulusan pesantren NU yang menjadi teroris.

9. Ini yang paling penting kenapa saya fanatik terhadap NU karena "NU saklawase".

9 Nafas Terwadahi dalam 1 Wadah, Nahdlatul Ulama

#Harlah NU Ke-91

SEMANGAT MENGABDI UNTUK NU



Wednesday, January 25, 2017

Untuk Seorang Pendaki Gunung

Disiplin (Keilmuan) Sosial Bagi Seorang Pendaki Gunung Adalah Sebuah Keniscayaan (Tuntutan).

Isi
1. Definisi Disiplin Sosial
2. Siapa Pendaki Gunung
3. Mereka yang disebut Pecinta Alam
4. Pendaki Gunung = Pecinta Alam
5. Genitas Pendaki Gunung
6. Pendaki Gunung sebagai Ahli Sosial

1. Definisi Disiplin Sosial
Disiplin sosial adalah ilmu pengetahuan mengenai masyarakat dan individunya yang metode kesimpulannya berlandaskan fakta-fakta kualitatif dan kuantitatif. Ada Sosiologi. Antropologi. Psikologi dan lain sebagainya.

2. Siapa Pendaki Gunung
Ribuan orang baik muda, tua bahkan anak-anak mendaki gunung di setiap tahunnya. Hingga kini tak sedikit jumlah kecelakaan yang mengakibatkan trauma, cacat fisik, bahkan kematian dari aktivitas mendaki gunung (termasuk merambah hutannya). Namun apakah setiap orang yang pernah mendaki gunung pantas disebut pendaki gunung? Ini pertanyaan yang sederhana namun sangat menarik dan tidak mudah menjawabnya.

Jawaban beragam akan terdengar dari lontaran pertanyaan ini, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang rumit.

Sederhananya adalah iya, karena sudah pernah mendaki gunung maka otomatis seseorang itu disebut pendaki gunung. Namun secara kualitatif menjadi rumit jika muncul pertanyaan lanjutan, yaitu seberapa tinggi gunung yang didaki, dan bagaimana manajemen pendakian yang dilakukan? Sejauh apa kemandirian yang dimiliki dalam pendakian? Apakah bisa survive bila terpisah dalam rombongan? Dan puluhan pertanyaan lanjutan berikutnya.

‘Jumhur ulama’ pendaki di Indonesia mengatakan bahwa seseorang disebut pendaki gunung jika telah mendaki gunung dengan ketinggian minimal 3,000 mdpl dengan manajemen pendakian yang rapi. Artinya skenario pendakian telah disusun dengan baik dan telah terjadi pembagian tugas di antara anggota kelompok mendaki jika pendakian dilakukan secara berkelompok. Seseorang disebut pendaki gunung juga dituntut untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan pendukung untuk bisa mendaki gunung tanpa menimbulkan cidera atau sakit.
Demikian juga seseorang disebut pendaki gunung jika telah memiliki sense of belonging dengan mampu membaca keinginan (cuaca, arah angin, kecepatan, dll) dari gunung tersebut.

3. Mereka yang disebut Pencinta Alam
Pencinta adalah orang yang sangat egois. Untuk menunjukkan atau membuktikan cintanya seringkali dengan melakukan hal-hal yang tidak masuk akal.
Hal ini jelas bagi istilah pencinta alam atau seseorang yang disebut pencinta alam, maka egoisme-nya akan menuntunnya pada pembuktian kecintaannya pada alam. Seperti meluangkan waktu untuk berbagi dengan alam. Melakukan kegiatan-kegiatan pelestarian seperti penanaman, konservasi, pendidikan, dan tentunya pemberdayaan pada masyarakat di sekitarnya.
Untuk menunjukkan eksistensinya, pencinta alam seperti orang beragama, mereka melembagakan dan membentukan simbol-simbol suci kecintaannya. Ada dogma juga. Indoktrinasi. Ada periodisasi ritual.
Ada adat, dan budaya yang terbentuk. Menarik untuk diteliti karena setiap tahun banyak berdiri klub dan komunitas penggiat alam bebas serta organisasi pencinta alam dimana banyak anggota baru terekrut dengan jumlah perkembangannya mengikuti deret ukur. Mereka semua berfokus pada kegiatan petualangan dan hanya sedikit yang bergiat pada kegiatan yang sifatnya pendidikan dan pelatihan dasar. Memang sangat jomplang, kegiatan pendakian mengikuti deret ukur dan kegiatan pendidikan dan latihan dasar mengikuti deret hitung. Mungkin inilah sebabnya tingkat kerusakan alam begitu luar biasa banyaknya seperti mengikuti deret ukur (jumlah perkembangan pendaki). Ironi!

4. Pendaki Gunung = Pencinta Alam
Banyak yang salah kaprah dalam dua istilah ini: pendaki gunung dan pencinta alam. Masyarakat umumnya memandang sama bahwa mereka-mereka yang mendaki gunung tentunya adalah pencinta alam. Sebagian besar para pendaki gunung juga nyaman dengan pandangan masyarakat umum bahwa mereka adalah pencinta alam. Padahal faktanya banyak pendaki gunung telah turut andil dalam kerusakan alam. Seperti kebakaran, meninggalkan sampah, perilaku vandalisme, juga berperilaku merusak tatanan sosial masyarakat gunung dan hutan seperti free sex dan mabuk-mabukan, mengambil tanaman bahkan plasma nutfah.

5. Genitas Pendaki Gunung
Dalam penelitian seorang psikolog India pada pendaki Gunung Everest yang menyatakan bahwa pencapaian seorang pendaki ke puncak adalah karena faktor gen. Seberapapun usaha dan keinginannya jika tidak memiliki gen seorang pendaki maka tidak akan sampai ke puncak. Pribadi dan perilaku pendaki gunung memang unik dan menimbulkan ekslusifitas. Ini yang cenderung menimbulkan pandangan ‘aneh-nyleneh’ masyarakat. Dan sampai disimpulkan sebagai faktor genitas.

6. Pendaki Gunung sebagai Ahli Sosial
Untuk menjadi seorang pendaki gunung baiknya juga menguasai disiplin ilmu sosial (praktis). Mendekati semacam kemampuan seorang sosiolog, antropolog, atau psikolog. Mengurangi ke-introvert-an dan ke-ekslusif-an. Mengapa demikian? Karena mendaki adalah perbuatan sosial yang individualis. Rusak tatanan sosial dan ekologi di dataran tinggi (hulu) maka berarti bencana bagi dataran rendah (hilir). Pendaki yang ahli sosial adalah upaya terbaik untuk mencegah terjadinya kerusakan tatanan sosial dan ekologi di gunung dan belantara.

Asumsi: ahli yang bisa mempraktikan keahliannya. Bukan OMDO-ngomong doang!

Akhir Januari 2017
~An

Monday, January 23, 2017

ADAKAH MANFAAT REUNI?

Menurut Prof. Ganesha ahli jantung RS Harapan Kita, Reuni, apapun istilahnya adalah suatu upaya.

Upaya mempertemukan kembali yang dulu pernah bersama, upaya mencari eksistensi diri yang mulai pupus dari memori karena dimakan usia.

Bahkan Richard Paul Evans dlm bukunya "Lost December“ menulis "The sweetness of reunion is the joy of heaven.”

"Reuni", kata Dr. Priguna Sidharta "selain untuk memutar longterm memori di hipocampus, juga untuk memperbaiki fungsi nucleus accumbens, bagian otak yang mengurus kesenangan"

Memutar kembali memori adalah satu upaya mencegah Alzheimer yang memang satu saat kelak akan menghampiri kita semua, cepat atau lambat.

Psikolog UI Bagus Takwin, mengungkapkan pandangannya soal manfaat reuni:

Kenangan
Reuni merupakan semacam sarana untuk melihat kembali diri kita beberapa tahun ke belakang. Dengan melihat masa lalu, seseorang akan mengerti bahwa kehidupan yang dia jalani selama ini merupakan suatu hal yang sangat penting. “Setiap orang melalui kenangannya pasti akan membuat monumen-monumen dirinya agar dapat selalu mengingat bahwa dia berkembang,”

Melalui sebuah reuni, seseorang juga bisa mendapatkan self esteem. "Saat reuni pasti bertemu dengan teman-teman lama yang tentunya tahu sifat kita yg dulu" Kita juga dapat mengetahui jalan hidup  teman-teman lama.

Reuni adalah salah satu jalan menyambung dan memelihara tali persaudaraan / persahabatan / silaturahim yang sangat dianjurkan...

To be continued 😝 

SEKOLAH 'KNOWING' vs SEKOLAH 'BEING'

Ini bagus untuk di baca orang tua, guru maupun pihak sekolah di manapun berada.
***********

Satu hari saya kedatangan seorang tamu dari Eropa. Saya menawarkan kepadanya melihat-lihat objek wisata kota Surabaya.

Pada saat kami ingin menyeberang jalan, teman saya ini selalu berusaha untuk mencari zebra cross. Berbeda dengan saya dan orang Surabaya yang lain, dengan mudah menyeberang dimana saja sesukanya.

Teman saya tetap tidak terpengaruh oleh situasi. Dia terus mencari zebra cross setiap kali akan menyeberang. Padahal di Indonesia tidak setiap jalan dilengkapi dengan zebra cross.

Yang lebih memalukan, meskipun sudah ada zebra cross tetap saja para pengemudi tancap gas, tidak mau mengurangi kecepatan guna memberi kesempatan pada para penyeberang. Teman saya geleng-geleng kepala mengetahui perilaku masyarakat kita.

Akhirnya saya coba menanyakan pandangan teman saya ini mengenai fenomena menyeberang jalan tadi.

Saya bertanya mengapa orang-orang di negara kami menyeberang tidak pada tempatnya, meskipun mereka tahu bahwa zebra cross itu adalah untuk menyeberang jalan. Sementara dia selalu konsisten mencari zebra cross meskipun tidak semua jalan di negara kami dilengkapi dengan zebra cross.

Pelan-pelan dia menjawab pertanyaan saya, "It's all happened because of The Education System."

Wah, bukan main kagetnya saya mendengar jawaban teman saya. Apa hubungan menyeberang jalan sembarangan dengan sistem pendidikan?

Dia melanjutkan penjelasannya,
"Di dunia ini ada 2 jenis sistem pendidikan, yang pertama adalah sistem pendidikan yang hanya menjadikan anak-anak kita menjadi mahluk 'Knowing' atau sekedar tahu saja, sedangkan yg kedua sistem pendidikan yg mencetak anak-anak menjadi makhluk 'Being'.

Apa maksudnya?

Maksudnya, sekolah hanya bisa mengajarkan banyak hal untuk diketahui para siswa. Sekolah tidak mampu membuat siswa mau melakukan apa yang diketahui sebagai bagian dari kehidupannya.

Anak-anak tumbuh hanya menjadi 'Makhluk Knowing', hanya sekedar 'mengetahui' bahwa:
- zebra cross adalah tempat menyeberang,
- tempat sampah adalah utk menaruh sampah.

Tapi mereka tetap menyeberang dan membuang sampah sembarangan.

Sekolah semacam ini biasanya mengajarkan banyak sekali mata pelajaran. Tak jarang membuat para siswanya stress, pressure & akhirnya mogok sekolah. Segala macam diajarkan dan banyak hal yg diujikan, tetapi tak satupun dari siswa yang menerapkannya setelah ujian. Ujiannya pun hanya sekedar tahu, 'Knowing'.

Di negara kami, sistem pendidikan benar-benar diarahkan untuk mencetak manusia-manusia yang 'tidak hanya TAHU apa yang benar tetapi MAU melakukan apa yang benar sebagai bagian dari kehidupannya'.

Di negara kami, anak-anak hanya diajarkan 3 mata pelajaran pokok:
1. Basic Sains
2. Basic Art
3. Social

Dikembangkan melalui praktek langsung dan studi kasus dan dibandingkan dengan kejadian nyata di seputar kehidupan mereka.

Mereka tidak hanya TAHU, mereka juga MAU menerapkan ilmu yang diketahui dalam keseharian hidupnya. Anak-anak ini juga tahu persis alasan mengapa mereka mau atau tidak mau melakukan sesuatu.

Cara ini mulai diajarkan pada anak sejak usia mereka masih sangat dini agar terbentuk sebuah kebiasaan yang kelak akan membentuk mereka menjadi makhluk 'Being', yakni manusia2 yang melakukan apa yang mereka tahu benar."

Wow!

Betapa sekolah begitu memegang peran yang sangat penting bagi pembentukan perilaku dan mental anak-anak bangsa.

Betapa sebenarnya sekolah tidak hanya berfungsi sebagai lembaga sertifikasi yang hanya mampu memberi ijazah para anak bangsa.

Kita mestinya lebih mengarahkan pendidikan untuk mencetak generasi yang tidak hanya sekedar TAHU tentang hal-hal yang benar, tapi jauh lebih penting untuk mencetak anak-anak yang MAU melakukan apa-apa yang mereka ketahui itu benar, mencetak manusia-manusia yang 'Being'.

Apakah tempat anak-anak kita bersekolah telah menerapkan sistem pendidikan dan kurikulum yang akan menjadikan anak-anak kita untuk menjadi makhluk 'Being' atau hanya sekedar 'Knowing' ?

'Mengetahui Yang Benar' tetapi 'Tidak Pernah Melakukan Dengan Benar' sama dengan 'Tidak Mengetahui'.

Semoga bermanfaat. 

Pesan dari Al 'alim Al'allamah KH. Maimun Zubair

Jika engkau melihat seekor semut terpeleset dan jatuh di air, maka angkat dan tolonglah...barangkali itu menjadi penyebab ampunan bagimu di akherat.

Jika engkau menjumpai batu kecil di jalan yang bisa menggangu jalannya kaum muslimin, maka singkirkanlah, barangkali itu menjadi penyebab dimudahkannya jalanmu menuju syurga.

Jika engkau menjumpai anak ayam terpisah dari induknya, maka ambil dan susulkan ia dengan induknya, semoga itu menjadi penyebab Allah mengumpulkan dirimu dan keluargamu di surga.

Jika engkau melihat orang tua membutuhkan tumpangan, maka antarkanlah ia...barangkali itu mejadi sebab kelapangan rezekimu di dunia.

Jika engkau bukanlah seorang yang mengusai banyak ilmu agama, maka ajarkanlah alif ba' ta' kepada anak2 mu, setidaknya itu menjadi amal jariyah untukmu..yang tak akan terputus pahalanya meski engkau berada di alam kuburmu.

JIKA ENGKAU TIDAK BISA BERBUAT KEBAIKAN SAMA SEKALI, MAKA TAHANLAH TANGAN DAN LISANMU DARI MENYAKITI....SETIDAKNYA ITU MENJADI SEDEKAH UNTUK DIRIMU.

Al-Imam Ibnul Mubarak Rahimahullah berkata:

رُبَّ عَمَلٍ صَغِيرٍ تُعَظِّمُهُ النِّيَّةُ ، وَرُبَّ عَمَلٍ كَبِيرٍ تُصَغِّرُهُ النِّيَّةُ

“Berapa banyak amalan kecil, akan tetapi menjadi besar karena niat pelakunya. Dan berapa banyak amalan besar, menjadi kecil karena niat pelakunya”

Jangan pernah meremehkan kebaikan, bisa jadi seseorang itu masuk surga bukan karena puasa sunnahnya, bukan karena panjang shalat malamnya tapi bisa jadi karena akhlak baiknya dan sabarnya ia ketika musibah datang melanda

Rasulullah bersabda:

« لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ ».

“Jangan sekali-kali kamu meremehkan kebaikan sedikitpun, meskipun (hanya)bertemu dengan saudaramu dalam keadaan tersenyum".(HR. Muslim)

Mari Akhiri hari ini dg Pikiran dan prilaku positif, semangat meraih hasil terbaik serta saling mendoakan akan keberkahan.. Aamiin...

Untukku untukmu..
Semoga bermanfaat buat kehidupan kita..,,  Amin.

PETUAH MBAH HAMID KEPADA PARA PENDIDIK

Ada satu kisah dari Waliyulloh Agung dari Pasuruan, Kiai Hamid, tentang bagaimana seharusnya seorang guru menghadapi murid yang tidak sesuai dengan harapannya.

Suatu hari di sekitar tahun 60-an, salah seorang santri beliau yang menjadi pimpinan GP Ansor Cabang Pasuruan nyaris putus asa dalam kaderisasi di ranting-ranting. Pasalnya, dari 100 lulusan pelatihan, paling hanya ada 3-5 orang kader saja yg betul-betul bisa diandalkan. Dalam kegalauannya ini, si santri memutuskan sowan pada Kiai Hamid dahulu untuk konsultasi.

Saat dia sowan, sembari menunjuk pada pohon-pohon kelapa yang berbanjar di pekarangan rumah, Kiai Hamid berkata panjang lebar.

“Aku menanam pohon ini, yang aku butuhkan itu buah kelapanya. Ternyata yang keluar pertama kali malah blarak, bukan kelapa. Setelah itu glugu, baru setelah beberapa waktu keluar mancung. Mancung pecah, nongol manggar, yang (sebagian rontok lalu sisanya) kemudian jadi bluluk, terus (banyak yang rontok juga dan sisanya) jadi cengkir, terus (sebagian lagi) jadi degan, baru kemudian jadi kelapa. Lho setelah jadi kelapa pun masih ada saput, batok, kulit tipis (yang semua itu bukan yg saya butuhkan tadi). Lantas, ketika mau diambil santannya, masih harus diparut kemudian diperas. Yang jadi santan tinggal sedikit. Lha itu sunnatulloh. Lha yang 95 orang kader itu, carilah, jadi apa dia. Glugu bisa dipakai untuk perkakas rumah, blarak untuk ketupat.”

Kalau inginnya mencetak orang ‘alim, tidak bisa diharapkan bahwa semua murid di kelas itu bakal jadi ‘alim semua. Pasti ada seleksi alam, akan ada proses pengerucutan. Meski begitu, bukan berarti pendidikan itu gagal. Katakanlah yang jadi hanya 5 %, tapi yang lain bukan lantas terbuang percuma. Yang lain tetap berguna, tapi untuk fungsi lain, untuk peran lain.
____________________

Dari buku Percik-percik Keteladanan Kiai Hamid Pasuruan.