Laman

Monday, March 10, 2025

Apa Itu Scaffolding dalam Pendidikan dan Bagaimana Penerapannya?

Apa Itu Scaffolding dalam Pendidikan?  

Scaffolding dalam pendidikan adalah metode pengajaran di mana guru memberikan dukungan sementara untuk membantu siswa mempelajari konsep atau keterampilan baru. Seiring dengan meningkatnya kemampuan siswa, guru secara bertahap mengurangi bimbingan, sehingga siswa dapat bekerja secara mandiri.  

Model scaffolding dalam pengajaran sering digambarkan dengan pendekatan "Saya melakukan. Kita melakukan. Kamu melakukan." Dengan kata lain, guru terlebih dahulu menunjukkan bagaimana suatu tugas dilakukan, kemudian kelas berlatih bersama, dan akhirnya siswa mengerjakan sendiri. Scaffolding juga dapat melibatkan latihan dalam kelompok.  


Manfaat Holistik Scaffolding dalam Pendidikan  

Dalam program pendidikan, Anda akan diperkenalkan dengan berbagai teori pengajaran. Istilah "scaffolding" pertama kali digunakan pada tahun 1970-an. Kata ini berasal dari dunia konstruksi dan mengacu pada platform sementara yang digunakan pekerja bangunan saat mendirikan dinding dan lantai baru. Dalam pendidikan, scaffolding adalah cara bagi guru untuk memberikan dukungan saat siswa menguasai konsep dan keterampilan baru.  

Pada awal proses scaffolding, guru memberikan banyak bantuan. Bantuan ini kemudian dikurangi secara bertahap. Pengurangan bertahap inilah yang membentuk proses scaffolding. Langkah demi langkah, proses ini meningkatkan kepercayaan diri dan kemahiran siswa terhadap konsep atau keterampilan baru.  

Scaffolding dalam pengajaran berkaitan erat dengan teori psikolog Lev Vygotsky, yang dikenal karena kontribusinya terhadap teori pendidikan. Vygotsky memperkenalkan konsep "zona perkembangan proksimal," yang menggambarkan perbedaan antara tingkat perkembangan aktual siswa dan tingkat perkembangan potensialnya. Untuk membantu siswa mempelajari tugas atau konsep baru, guru menargetkan zona perkembangan proksimal siswa dan memberikan dukungan yang secara bertahap dikurangi seiring bertambahnya pengetahuan dan kemandirian siswa.  


Scaffolding dalam Pendidikan Khusus dan Kelas Umum  

Scaffolding dalam pendidikan khusus maupun di kelas umum memiliki manfaat penting bagi siswa. Baik Anda mengajar siswa dengan kebutuhan khusus maupun tidak, scaffolding memungkinkan siswa membangun dasar pengetahuan yang dapat mereka gunakan untuk mempelajari konsep-konsep baru. Metode pengajaran ini menawarkan manfaat berikut:  

- Meningkatkan retensi informasi  

- Menghubungkan pengetahuan dasar dengan konsep baru  

- Meningkatkan keterlibatan dan kemandirian siswa  

- Meminimalkan rasa frustrasi siswa yang dapat berdampak negatif pada kepercayaan diri  

- Mendorong komunikasi antara guru dan siswa  


Proses Scaffolding dalam Pengajaran  

Untuk menerapkan scaffolding dalam pengajaran, guru harus menilai terlebih dahulu apa yang sudah diketahui siswa. Setelah itu, guru menetapkan tujuan pembelajaran dan merancang strategi untuk membawa siswa dari tingkat pengetahuan saat ini ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi.  

Langkah awal dalam proses scaffolding dapat mencakup penjelasan konsep sesuai tingkat pemahaman siswa saat ini. Guru dapat memodelkan proses pemecahan masalah atau menunjukkan pendekatan dalam menyelesaikan suatu tugas. Setelah itu, scaffolding dimulai. Guru dapat mendukung siswa dengan cara berikut:  

- Memecah instruksi menjadi langkah-langkah kecil  

- Membimbing siswa saat mereka mengerjakan tugas  

- Mengelompokkan siswa agar mereka dapat berdiskusi dan saling membantu  

- Menyediakan model atau contoh tugas yang dapat dijadikan referensi  

- Memberikan tips dan trik selama proses pembelajaran  


6 Strategi Scaffolding dalam Pengajaran  

Menerapkan strategi scaffolding di kelas menjadi kebiasaan bagi sebagian besar guru. Program pendidikan guru biasanya memperkenalkan berbagai teknik scaffolding yang menarik dan efektif. Berikut enam contoh strategi scaffolding dalam pendidikan:  

1. Modeling (Pemodelan)

Mengajarkan siswa dengan cara menunjukkan langsung bagaimana melakukan sesuatu adalah metode scaffolding yang efektif. Guru dapat menyelesaikan suatu masalah dengan berpikir keras di depan siswa atau meminta beberapa siswa untuk memodelkan tugas bagi teman sekelasnya.  

Modeling dapat diterapkan di semua jenjang dan mata pelajaran. Misalnya, guru sekolah dasar dapat menunjukkan cara menyelesaikan pembagian dengan menggambar lingkaran di papan dan menandai setiap bagian untuk menunjukkan bagaimana sebuah angka dapat dibagi.  

2. Menggunakan Pengetahuan Sebelumnya 

Siswa tidak datang ke kelas dengan pikiran kosong; mereka sudah memiliki pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Guru yang menghubungkan pembelajaran baru dengan pengalaman sebelumnya membantu siswa lebih cepat memahami informasi baru.  

Misalnya, guru sejarah dapat meminta siswa menghubungkan peristiwa terkini dengan peristiwa sejarah yang telah mereka pelajari sebelumnya.  

3. Diskusi dan Refleksi

Siswa membutuhkan waktu untuk merenungkan pembelajaran mereka. Memberikan kesempatan bagi mereka untuk mendiskusikan materi sebelum mengerjakan tugas secara mandiri dapat meningkatkan pemahaman mereka.  

Teknik Think-Pair-Share adalah metode scaffolding populer di mana siswa pertama-tama berpikir sendiri, kemudian berdiskusi dengan pasangan, dan akhirnya berbagi hasil diskusi dengan kelas.  

Seminar Socratic adalah strategi scaffolding lain yang cocok untuk siswa yang lebih besar. Dalam seminar ini, siswa membaca teks secara mendalam, menyiapkan ide-ide mereka, dan menjawab pertanyaan terbuka untuk memahami makna yang lebih dalam.  

4. Berbagi Kosakata Penting

Salah satu tantangan dalam membaca adalah memahami kosakata yang kompleks. Sebelum membaca teks sulit, guru dapat memperkenalkan kata-kata atau frasa yang mungkin menjadi hambatan bagi siswa.  

Pendekatan umum dalam pengajaran kosakata adalah pengelompokan kata ke dalam tiga tingkatan:  

- Tier 1: Kata-kata dasar yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari (misalnya, "bayi", "jam").  

- Tier 2: Kata-kata yang sering muncul di berbagai mata pelajaran tetapi jarang digunakan sehari-hari (misalnya, "kebetulan", "menafsirkan"). Kata-kata inilah yang memerlukan scaffolding dalam pembelajaran.  

- Tier 3: Kata-kata spesifik dalam bidang tertentu (misalnya, "istmus", "parabola").  

5. Menggunakan Organizer Grafis

Organizer grafis membantu siswa mengatur pemikiran mereka tentang informasi yang kompleks menggunakan alat visual. Guru dapat menggunakan organizer ini di semua tahap scaffolding: "Saya melakukan, Kita melakukan, Kamu melakukan."  

Misalnya, untuk membandingkan dua peristiwa sejarah, guru dapat memperkenalkan diagram Venn. Guru mengisi satu persamaan dan satu perbedaan, kemudian meminta siswa mencari dua contoh lainnya sebelum mengerjakan tugas mereka sendiri.  

6. Menggunakan Teknologi

Teknologi dapat mempermudah scaffolding dalam pengajaran. Guru dapat menyediakan video pembelajaran sebelum kelas agar siswa dapat melihat materi sebelumnya. Mereka juga dapat menyediakan tautan ke berbagai sumber seperti artikel, permainan edukatif, dan simulasi interaktif.  

Beberapa platform pembelajaran daring bersifat adaptif, artinya sistem dapat menilai pemahaman siswa dan menyesuaikan materi berdasarkan kebutuhan mereka, sehingga memungkinkan pembelajaran yang lebih personal.  



Sumber: https://www.gcu.edu/blog/teaching-school-administration/what-scaffolding-in-education-how-applied



0 comments: