Laman

Sunday, January 19, 2020

SPIRITUAL DI ATAS PENGETAHUAN

Mencuatnya protes terhadap pelaksanaan UN sebenarnya bukan hal yang baru. Setiap tahun, setiap pergantian Menteri isu UN tolak terima tetap menjadi hangat saat menjelang pelaksanaannya. Pemerintah memaksa UN meski dengan berbagai alasan semisal ukuran apa yang dapat dipakai untuk pemetaan sekolah?. Dominan guru menolak UN karena apa hanya 4 bidang studi saja yang paling penting untuk pemetaan? Untuk menentukan kualitas sekolah? Sementara ada 10 bidang studi lainnya yang juga diajarkan lebih dari 2 tahun? Apa sisa bidang studi UN tidak dianggap bidang studi penting?.

Sorotan terhadap nilai UN semakin mencuat negatif karena pendidikan Indonesia lebih mengutamakan pada pemenuhan sisi kognitif ketimbang sisi afektif siswa. Ukuran UN seolah menjadi pembeda mana sekolah yang memiliki kualitas, mana sekolah yang perlu dibenahi kualitasnya. Padahal guru selalu diwanti-wanti tidak sekedar mengajar, guru punya tanggungjawab moril memberikan penguatan sisi karakter siswa termasuk sisi spiritualitas.

Aspek Kompetensi Inti sepertinya hanya menjadi pelengkap di dokumen RPP saja, tanpa ada ukuran menilainya. Fokus kualitas dan evaluasi sepertinya hanya milik kompetensi dasar kognitif dan afektif. Sejatinya hasil belajar siswa merupakan sesuatu yang komprehensif, baik secara pengetahuan terlebih spiritual. Harus ada ukuran seseorang anak disebut memiliki sikap spiritual yang baik, karena dalam ajaran agama pun sisi spiritual derajatnya lebih tinggi dari sisi pengetahuan.

Guru jangan hanya mengeluhkan sikap anak yang nakal sementara ukuran penilaiannya tidak ada, tidak pernah diuji apalagi dianalisis sisi spiritual seorang anak sehingga layak dilabeli nakal atau tidak bermoral. Bisa jadi guru punya andil membuat sikap spiritual siswa semakin buruk karena sering melabeli siswa dan mencoba memberi tindakan istimewa bagi siswa yang baik.

Persepsi yang kurang tepat dalam keluarga maupun lembaga pendidikan bahwa proses pembelajaran hanya mengedepankan kecerdasan intelektual, tanpa mementingkan kecerdasan spiritual. Padahal pada saat ini sangat minim siswa yang menerapkan nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan sehari-hari baik ketika ia masih di sekolah maupun setelah lulus dari lembaga pendidikan. Untuk itu, nilai-nilai spiritual seperti kesopanan, kejujuran, kedisiplinan dan sebagainya harus di terapkan kembali. Karena kecerdasan intelektual tidak akan sempurna jika tidak didampingi dengan kecerdasan spiritual.

Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa penilaian spiritual itu sangatlah penting untuk dilakukan dalam setiap pembelajaran dan tidak semata-mata dalam pembelajaran agama saja. Sehingga, jika setiap pembelajaran dapat menanamkan sikap spiritual yang baik, maka sangatlah mungkin kehidupan berbangsa dan bernegara kita akan lebih baik serta hal-hal yang jauh dari sikap spititual seperti kenakalan remaja, narkoba, bahkan korupsi akan hilang dari bumi negara tercinta kita Indonesia.

Amin....

0 comments: