Laman

Monday, January 20, 2020

Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru di Era Revolusi Industri 4.0

Kata "pedagogi" berasal dari Bahasa Yunani kuno (paidagōgeō) país: anak dan ági: membimbing; secara literal berarti "membimbing anak”). Ilmu pedagogi membahas masalah atau persoalan-persoalan dalam pendidikan dan kegiatan-kegiatan mendidik, antara lain seperti tujuan pendidikan, alat pendidikan, cara melaksanakan pendidikan, anak didik, pendidik dan sebagainya. Pedagogi  secara literal adalah seni dan ilmu pengetahuan tentang mendidik anak-anak dan sering digunakan sebagai sebuah sinonim untuk suatu pengajaran. Secara lebih tepatnya, pedagogi mewujudkan pendidikan yang berfokuskan guru.

Guru sebagai aktor utama proses pedagogik senantiasa perlu meningkatkan kompetensinya guna melaksanakan proses pembelajaran yang menarik yang dapat melibatkan siswa aktif selama proses pembelajaran. Terlebih lagi dalam era revolusi 4.0 saat ini, guru harus selalu update terhadap informasi yang demikian cepat terbagi melalui media online. Guru harus mampu memahami kebutuhan belajar siswa dan memanfaatkan alat dan sumber belajar yang tepat sehingga bisa menarik minat belajar siswa.

Secara fitrah, manusia belajar dengan cara dan gaya yang bervariasi. Diantara gaya belajar yang sudah populer dikenal dalam dunia pendidikan meliputi: (1) visual, (2) auditory, dan (3) kinestetik. Dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, guru perlu memahami kondisi perkembangan anak didik. Peserta didik yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan sosial dan ekonomi yang berbeda cenderung memiliki cara dan gaya belajar yang bervariasi. Adanya gaya belajar yang berbeda-beda ini juga menyebabkan sikap siswa terhadap pembelajaran cukup bervariasi. Lebih lanjut, kasus-kasus atau permasalahan pembelajaran di kelas mengalami perkembangan yang semakin kompleks.

Oleh karena itu, guru harus meningkatkan kompetensi pedagogik agar dapat membantu siswa belajar dalam suasana nyaman dan tertib, menciptakan ruang kelas yang kondusif, serta menerapkan teknik/metode pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal.

Tugas makin berat kini disandang guru. Tidak hanya sebagai pendidik ilmu pengetahuan dan membentuk karakter luhur siswa. Guru kini juga menjadi fasilitator bagi peserta didik. Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat menuntut perubahan pola pikir guru. Bagi siswa, guru tidak cukup lagi hanya berdiri di depan kelas dan menjadi sumber utama ilmu pengetahuan selain buku.

Sejak revolusi industri generasi ketiga yang ditandai dengan kemunculan teknologi digital dan internet, sumber ilmu pengetahuan sangat melimpah. Murid bisa mencari ilmu pengetahuan apapun dari beragam sumber. Di era revolusi industri generasi keempat atau Revolusi Industri 4.0 kini, informasi dan sumber pengetahuan lebih melimpah lagi. Sehingga, kondisinya tidak lagi mencari informasi tetapi memilih dan memilah informasi yang sangat berlimpah di tengah masyarakat.

Di sinilah, posisi guru sangat berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa agar siswa bisa memilih pengetahuan yang bermanfaat. Untuk menjadi fasilitator, tentu saja guru juga harus mengetahui perkembangan informasi yang berkembang di masyarakat.

Selama ini, hasil penilaian menunjukkan bahwa peserta didik Indonesia masih lemah dalam higher order thinking skill/HOTS; seperti menalar, menganalisis, dan mengevaluasi. Fakta tersebut mendorong upaya penguatan kemampuan penalaran peserta didik dalam pembelajaran. Peserta didik perlu dilatih dan dibiasakan mengerjakan soal-soal yang mendorong kemampuan berpikir kritis dan menghasilkan solusi, sebagai salah satu kecakapan untuk bersaing di abad ke-21.
Oleh karena itu perlu ada transformasi mendasar pada sistem pendidikan di negeri ini. Sistem yang dimaksud berupa pendidikan yang benar-benar memberikan ruang kreativitas bagi anak dengan para guru yang bisa menjadi motivator dalam meningkatkan kompetensi anak. Lembaga pendidikan seharusnya menggunakan metode belajar yang tidak hanya abstraksi membaca buku lalu ujian. Namun lebih memandang kepada persoalan nyata atau tematik dan itu membutuhkan paradigma yang berkembang di masa mendatang.
Kalau mau jujur, era revolusi industri 4.0 juga mengubah cara pandang tentang pendidikan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar, tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara pandang terhadap konsep pendidikan setidaknya harus mampu menyiapkan anak didiknya menghadapi tiga hal. Pertama, menyiapkan anak untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum ada; Kedua, menyiapkan anak untuk bisa menyelesaikan masalah yang masalahnya saat ini belum muncul, dan Ketiga, menyiapkan anak untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan. Sungguh sebuah pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi dunia pendidikan. Untuk bisa menghadapi semua tantangan tersebut, syarat penting yang harus dipenuhi adalah bagaimana menyiapkan kualifikasi dan kompetensi guru yang berkualitas. Pasalnya, di era revolusi industri 4.0 profesi guru makin kompetitif.
Setidaknya terdapat lima kualifikasi dan kompetensi guru yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan era revolusi industri 4.0. Kelimanya meliputi: PertamaEducational competence, kompetensi mendidik/ pembelajaran berbasis internet of thing sebagai basic skill di era ini; Kedua, Competence for technological commercialization, punya kompetensi membawa siswa memiliki sikap entrepreneurship (kewirausahaan) dengan teknologi atas hasil karya inovasi siswa; Ketiga, Competence in globalization, dunia tanpa sekat, tidak gagap terhadap berbagai budaya, kompetensi hybrid, yaitu global competence dan keunggulan memecahkan problem nasional; Keempat, Competence in future strategies, dunia mudah berubah dan berjalan cepat, sehingga punya kompetensi memprediksi dengan tepat apa yang akan terjadi di masa depan dan strateginya, dengan cara joint-lecture, joint-research, joint-resources, staff mobility dan rotasi, paham arah SDG’s, dan lain sebagainya. Kelima, Conselor competence, mengingat ke depan masalah anak bukan pada kesulitan memahami materi ajar, tapi lebih terkait masalah psikologis, stres akibat tekanan keadaan yang makin komplek dan berat.
Selain itu, pengembangan system cyber dalam dunia pendidikan akan memungkinkan guru dapat memberikan materi ajar yang mutakhir sesuai perkem­bangan zaman, karena langsung dapat menayangkan materi itu dalam ruang kelas secara online.  Dengan kata lain, pemba­ngunan atau penyediaan fasilitas jaringan cyber sebagai bagian integrasi dengan jaringan teknologi informatika di lembaga pendidikan akan mencip­takan berbagai kemudahan, baik dalam adminsitrasi akademik, non akademik, dan proses belajar me­ngajar, yang bermuara kepada pe­ningkatan kua­litas SDM output dari sebuah lembaga pendidikan.  Bila hal ini dapat terwujud secara me­rata di seluruh penjuru tanah air maka pendidik di Indonesia mampu memasuki pendidikan era revolusi Industri 4.0. Semoga!!!

0 comments: