Secara khusus Allah SWT memanggil orang-orang beriman untuk berpuasa: “wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa” (Al-Baqarah: 183).
Dalam sebuah Hadist juga disebutkan: “puasa adalah untukKu, dan Saya yang Akan membalas puasa orang yang berpuasa”.
Panggilan iman dan pengakuan puasa sebagai milik Allah mengindikasikan secara kuat bahwa puasa adalah amalan ibadah yang bersifat personal atau private dengan Allah SWT. Dalam melakukannya tidak ada sama sekali orang ketiga yang terlibat.
Ketika anda sholat, gerakan-gerakan itu nampak kepada orang lain. Ketika anda berzakat, minimal yang memberi dan menerima ikut terlibat. Ketika haji bahkan jutaan yang menyaksikan. Tapi puasa benar-benar hanya antara pelaku dan Tuhannya yang menjadi saksi.
Di sinilah kemudian puasa menjadi pintu lebar untuk hadirnya Allah dalam hidup pelakunya. Seorang yang berpuasa akan melatih diri untuk bersama dengan Dia, yang melihat apa yang tidak nampak maupun yang memang nampak. Dan karenanya lambat laun, tapi pasti, “mahabatullah” (kebesaran) Allah akan bersemayam dalam dadanya.
Ketika Allah telah hadir bersamanya di setiap saat, masa dan keadaan, maka saat itu dalam dirinya terjadi kekuatan yang belum pernah bahkan tidak pernah dibayangkan.
Akan terbangun kekuatan dahsyat yang boleh jadi berada di luar dugaan. Kita misalnya mengenal bahwa dalam perjalanan sejarah Islam, banyak kemenangan-kemenangan umat ini justeru terjadi di bulan Ramadan.
Kemenangan di perang Badar misalnya adalah kemenangan yang terjadi di luar dugaan dan kalkulasi manusia. Dengan jumlah prajurit dan persenjataan yang jauh lebih kecil, Rasulullah SAW mengalahkan musuh yang berkekuatan tiga kali lipat itu.
Hal itu dikarenakan kekuatan umat ini tidak selalu bersandar kepada kekuatan materi dan fisik. Tapi lebih penting, kekuatan umat itu terbangun di atas soliditas ruhiyahnya. Dan disinilah peranan puasa dalam membangun kekuatan itu.
Kehadiran atau kebersamaan dengan Allah (ma’iyatullah) juga akan membangun ketenangan hidup. Percayalah, hidup ini penuh dengan hiruk pikuk, goncangan dan tantangan. Seseorang yang lemah dan kurang siap menghadapi perubahan dan goncangan itu pasti akan terombang-ombang di tengah samudra pergerakannya.
Ketika situasi berpihak kepadanya maka dia akan lupa diri, bahkan membusungkan dada, angkuh dan merasa dunia telah menjadi miliknya. Sebaliknya, ketika keadaan tidak berpihak kepadanya, dia lemah, merasa hina, bahkan frustrasi dan marah.
Dan karenanya hanya ada satu jalan dalam mengantisipasi goncangan hidup itu. Hadirkan Dia Allah Yang memiliki langit dan bumi dan segala isinya. Hadirkan Dia Allah dalam setiap detakan jantung dan aliran darah kehidupan.
Semoga hidayah, kasih sayang dan ridlo Allah selalu menyertai kita.
Amiinnn...
Dalam sebuah Hadist juga disebutkan: “puasa adalah untukKu, dan Saya yang Akan membalas puasa orang yang berpuasa”.
Panggilan iman dan pengakuan puasa sebagai milik Allah mengindikasikan secara kuat bahwa puasa adalah amalan ibadah yang bersifat personal atau private dengan Allah SWT. Dalam melakukannya tidak ada sama sekali orang ketiga yang terlibat.
Ketika anda sholat, gerakan-gerakan itu nampak kepada orang lain. Ketika anda berzakat, minimal yang memberi dan menerima ikut terlibat. Ketika haji bahkan jutaan yang menyaksikan. Tapi puasa benar-benar hanya antara pelaku dan Tuhannya yang menjadi saksi.
Di sinilah kemudian puasa menjadi pintu lebar untuk hadirnya Allah dalam hidup pelakunya. Seorang yang berpuasa akan melatih diri untuk bersama dengan Dia, yang melihat apa yang tidak nampak maupun yang memang nampak. Dan karenanya lambat laun, tapi pasti, “mahabatullah” (kebesaran) Allah akan bersemayam dalam dadanya.
Ketika Allah telah hadir bersamanya di setiap saat, masa dan keadaan, maka saat itu dalam dirinya terjadi kekuatan yang belum pernah bahkan tidak pernah dibayangkan.
Akan terbangun kekuatan dahsyat yang boleh jadi berada di luar dugaan. Kita misalnya mengenal bahwa dalam perjalanan sejarah Islam, banyak kemenangan-kemenangan umat ini justeru terjadi di bulan Ramadan.
Kemenangan di perang Badar misalnya adalah kemenangan yang terjadi di luar dugaan dan kalkulasi manusia. Dengan jumlah prajurit dan persenjataan yang jauh lebih kecil, Rasulullah SAW mengalahkan musuh yang berkekuatan tiga kali lipat itu.
Hal itu dikarenakan kekuatan umat ini tidak selalu bersandar kepada kekuatan materi dan fisik. Tapi lebih penting, kekuatan umat itu terbangun di atas soliditas ruhiyahnya. Dan disinilah peranan puasa dalam membangun kekuatan itu.
Kehadiran atau kebersamaan dengan Allah (ma’iyatullah) juga akan membangun ketenangan hidup. Percayalah, hidup ini penuh dengan hiruk pikuk, goncangan dan tantangan. Seseorang yang lemah dan kurang siap menghadapi perubahan dan goncangan itu pasti akan terombang-ombang di tengah samudra pergerakannya.
Ketika situasi berpihak kepadanya maka dia akan lupa diri, bahkan membusungkan dada, angkuh dan merasa dunia telah menjadi miliknya. Sebaliknya, ketika keadaan tidak berpihak kepadanya, dia lemah, merasa hina, bahkan frustrasi dan marah.
Dan karenanya hanya ada satu jalan dalam mengantisipasi goncangan hidup itu. Hadirkan Dia Allah Yang memiliki langit dan bumi dan segala isinya. Hadirkan Dia Allah dalam setiap detakan jantung dan aliran darah kehidupan.
Semoga hidayah, kasih sayang dan ridlo Allah selalu menyertai kita.
Amiinnn...
0 comments:
Post a Comment